Komisi III DPR RI mendorong Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana agar segera mendapat pengesahan. Pasalnya, selama ini hukuman badan belum mampu memberikan efek jera kepada para koruptor di tanah air.
JAKARTA, koranbanjar.net – Sejak tahun 2012 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana sudah mulai dibahas, namun belum memikiki kejelasan.
Kini usulan tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana kembali mencuat di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang. Mengingat RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi instrumen penting mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di tanah air. Lalu seperti apa sikap Komisi III DPR RI tentang usulan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini?
“Terkait tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang sedang diperbincangkan berbagai pihak, dan menjadi harapan PPATK (Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan) untuk mendapat aklerasi dalam prosesnya, pada prinsipnya saya mendukung dan akan mendorong upaya tersebut untuk dijadikan prioritas untuk dibahas,” ungkap salah satu Pimpinan Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh kepada redaksi koranbanjar.net, Jumat, (9/4/2021).
Sebagaimana diamati, menurut Politisi PAN ini, hukuman badan belum mampu memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana ekonomi lainnya. “Kita juga melihat bahwa pendekatan hukum pidana belum mampu menyelesaikan persoalan kerugian negara secara cepat,” tegasnya.
“Saya berpendapat bahwa, apabila RUU ini disahkan, maka akan menjadi salah satu instrumen hukum untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara dari hasil tindak pidana dan dapat menjadi faktor penjera (deterrent faktor ) bagi pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana ekonomi lain yang banyak merugikan negara. Saya melihat UU ini juga diharapkan dapat menyelesaikan recovery aset kerugian negara dari kejahatan-kejahatan ekonomi yang masih terus merajalela secara cepat,” bebernya.
Dia meyakini bahwa, proses penyelesaian RUU menjadi UU akan mendapat perhatian dari pemerintah dan DPR, karena menyadari bahwa persoalan korupsi harus dapat dieleminir. Demikian juga soal kerugian negara harus segera dikembalikan, agar kepercayaan publik meningkat dalam mewujudkan Indoneaia yang lebih maju,” pungkasnya.(sir)