Perawat asal Martapura Kalimantan Selatan (Kalsel), Rusman Abdillah, yang berusia 31 tahun itu, kini mengabdikan diri sebagai suka relawan tenaga medis di Wisma Atlet Kemayoran. Di mana lokasi tersebut, sekarang dijadikan rumah sakit darurat sekaligus tempat isolasi pasien Virus Corona (Covid-19).
Omen, sapaan akrabnya. Ia merupakan alumnus D3 Akper Intan Martapura angkatan tahun 2009. Terhitung, sejak tanggal 10 April 2020 dirinya mulai bertugas di Wisma Atlet Kemayoran. Dengan masa kontrak, selama 30 hari kerja dan 14 hari karantina.
Laporan Jurnalis Koranbanjar.net, YULIANDRI KUSUMA WARDANI, Banjarbaru.
Alasannya ke Wisma Atlet, kini akhirnya terungkap. Faktanya, bukan karena paksaan. Melainkan, tergeraknya dari diri sendiri karena sering melihat bahkan mengikuti perkembangan informasi kasus virus menular itu di Jakarta. Di mana semakin hari, semakin parah terpapar.
“Melalui link Kemenkes bukan instansi, saya mendaftar menjadi tenaga suka relawan tenaga medis. Tujuannya, membantu memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Sebagai seorang perawat, kami harus mematuhi sumpah profesi perawat. Kami menjalankan tugas kemanusiaan, kalau bukan dari kita siapa lagi,” ujar Omen kepada koranbanjar.net, Kamis (16/4/2020), saat dihubungi melalui whatsapp.
Meski sudah tahu resiko apa yang akan dihadapi ke depan, Omen sama sekali tidak merasa takut. Selain berpegang pada standar operasional prosedur (SOP) penanganan kasus Covid-19, ia meyakini kekuatan doa kepada Allah SWT merupakan hal yang paling penting.
Omen tak sendirian menjadi tenaga medis asal Kalsel. Ada dua rekannya yang lain, asal Banjarmasin laki-laki dan perempuan dari Martapura.
Perjalanannya ke Wisma Atlet, tidak langsung mulus begitu saja. Saat itu, usai mendaftar di Kemenkes dirinya mesti melewati beberapa tahapan tes seperti berkas dan medikal check up (MCU).
Jika nanti Covid-19 masih terus mewabah, dan kasus belum selesai. Omen mengaku siap, untuk membantu melanjutkan tugas meski masa kontrak yang sudah ditetapkan telah habis.
“Masa kontrak itu, tergantung dari kami sendiri. Kalau saya sendiri, harus sampai tuntas wabah Covid-19 ini. Pastinya, saya akan ikuti karantina disini setelah selesai penugasaan fase pertama,” ungkapnya.
Berbagai pengalaman di Wisma Atlet, selama menangani pasien Covid-19 menurutnya hampir sama mengenai pelayanan di rumah sakit pada umumnya. Hanya saja, karena pasien tersebut bersifat isolasi sehingga para tenaga medis diharuskan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap.
“Memakai APD, membutuhkan kesabaran yang ekstra. Sebab, memakai masker pun juga dapat mengurangi oksigen yang masuk ke dalam tubuh. Masker yang kami pakai 2 lapis, ada masker bedah dan maskers N 95. Alhamdulillah, sesak nafas selama ini nggak pernah,” tuturnya.
Sementara waktu berdinas, dibagi secara shift-shiftan atau bergantian. Yakni shift pagi, pukul 08.00 wita hingga 15.00 wita. Sedangkan Shift sore, pukul 15.00 wita hingga 22.00 wita.
“MCU suda disiapkan, sehingga ada penyaringan. Jika ada tenaga medis dengan gangguan pernapasan, maka otomatis tidak diperbolehkan lanjut. Intinya, kami disarankan tidak boleh tegang apalagi stres. Karena kasus ini, berkaitan dengan daya tahan tubuh. Apalagi, kami menjadi satu ruangan khusus di tower 3. Tidak ada yang pulang,” kata dia.
Menurutnya, meski harus berpikir positif bukan berarti harus gegabah. Ikuti SOP yang berlaku, dan yakin bisa melewati masa sulit ini. Bahkan, hingga kini ia tak pantang menyerah dan tak ada sempat berpikir ingin pulang ke kampung halaman. Padahal, dirinya mengetahui sendiri diantara tenaga medis seperjuangannya ada yang tertular virus itu.
“Tetap semangat, mudahan diberi kelancaran dalam misi kemanusiaan ini. Saya harap, masyarakat bisa mengikuti anjuran pemerintah demi terputusnya rantai Covid-19 ini. Seperti jaga jarak atau sosial distancing, Cuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat keluar rumah. Namun, di rumah saja lebih baik,” papar pria, yang belum memiliki keluarga itu.
Motivasi sebagai perawat, ternyata baginya tugas yang sangat mulia. Walau dulu sempat tidak tertarik pada bidang tersebut. Seiring berjalannya waktu, akhirnya menyadari tugas perawat luar biasa.
Sama seperti pada umumnya, orang tua Omen sempat berat melepaskan kepergian puteranya itu untuk bertugas di Wisma Atlet Kemayoran. Namun setelah diyakinkan Omen, akhirnya orang tuanya pun mengerti dan bisa menerima.
“Mengenai banyak masyarakat yang tidak mengapresiasi tugas tenaga medis. Ini masalah pemahaman masyarakat, saya merasa miris ketika ada orang yang pemahamannya dangkal. Di sini kami berjibaku melawan Covid-19, rela meninggalkan sanak keluarga. Kami ikhlas, untuk menjadi garda terdepan. Tapi tolong, saat teman sejawat kami gugur mohon jasad mereka jangan ditolak,” bebernya.
Ia berharap, adanya edukasi yang merata dari pemerintah agar dapat pemahaman yang benar tentang Covid-19. Karena masih banyak tenaga medis yang dikucilkan, bahkan hingga diusir dari kos-kosan. (ykw/maf)