MESKI sehari-hari pemungut sampah, bahkan kadang mengharap tangan di atas untuk mengumpulkan uang, Ibu ini berharap kelak anaknya dapat bersekolah, dan tidak bernasib sama. Berikut ceritanya.
Yopie Latul Kadariah Astuti – Banjarbaru
Menggunakan gerobak, Ibu ini pungut sampah sekitaran jalan A Yani dekat Taman Vander Pijl Banjarbaru sampai ke Martapura.
Mama Agus (45 tahun), begitulah ia sering disapa. Dalam memungut sampah ia ditemani anaknya, Agus (5 tahu). Ia mengaku turun dari rumah memungut sampah berharga yang berceceran dari jam 7 pagi hingga jam 8 malam.
Ibu paruh baya ini dulunya bertempat tinggal di Pekauman Banjarmasin, kini ia pindah ke Banjarbaru dengan mengontrak rumah sekitar 3 bulan lalu.
Sebagai pemungut sampah, penghasilannya pun tak menentu. “Setelah dikumpulkan selama seminggu, baru saya jual. Kadang 200 ribu, kadang bisa 300 ribu,” ujarnya kepada koranbanjar.net, Jumat (7/12/2018)
Tinggal di kota, menurutnya, penghasilan tersebut masih belum sepenuhnya mencukupi. “Makanya kita mesti harus berhemat,” tuturnya.
Merasa tak cukup, ia pun mencari tambahan dengan mengharap pemberian pengguna jalan A Yani di Banjarbaru.
“Terkadang memberi beras, nasi, ataupun uang,” ucapnya.
Ia mengaku hanya seorang diri untuk memenuhi kebutuhannya serta anaknya tersebut. Memang ada 6 orang anak yang terdahulu, namun ujarnya dari suami yang terdahulu, dan sudah berkeluarga masing-masing.
“Anak yang ada ini tidak pernah dinafkahi oleh abahnya, bahkan ia tidak kenal, karena ditinggalkan sedari kandungan,” katanya.
Sebelum ia bergerobak memungut sampah, dulunya ia sebagai pengemis di Banjarmasin.
Dari penghasilannya sekarang ini, ia berusaha menabung untuk anaknya dapat bersekolah kelak.
“Nasib boleh tak lebih baik dari Ibunya, tapi jangan anak-anaknya,” tutupnya. (mj-024/dra)