BANJARMASIN, koranbanjar.net – Berdasarkan data 2018, kualitas stunting di Indonesia berada pada angka 30,8 persen. Di Kalsel sendiri angka stunting masih memprihatinkan yakni dikisaran 33,2 persen.
Melihat masih tingginya angka stunting di Kalsel, Ketua TP PKK Kalsel Hj Raudhatul Jannah mengaku sangat miris. Menurutnya, angka demikian sudah memprihatinkan untuk pertumbuhan dan perkembangan generasi.
Itu diungkapkan Hj Raudhatul Jannah saat Seminar Pencegahan Perkawinan Usia Dini dan Stunting dalam rangkaian Peringatan Hari Keluarga (Harganas) ke-26 2019 yang diadakan di Calamus Ballroom, Hotel Ratan Inn Banjarmasin, baru-baru tadi.
“Ini merupakan angka yang cukup besar dan sangat miris, karena ini sudah cukup memprihatinkan bagi pertumbuhan, perkembangan generasi kita di masa akan datang pastinya,” ungkap Hj Raudhatul.
Itu pun, jelasnya lagi, angka stunting di Kalsel mengalami penurunan. Namun penurunan ini masih perlu ditingkatkan lagi. Penyebabnya adalah masih banyak perkawinan usia muda.
“Di kalsel angka stunting masih memprihatinkan di kisaran 33,2 persen. Penyebabnya perkawinan usia muda,” ujarnya.
Ia menjelaskan, stunting diperkirakan berpengaruh terhadap 21,9 persen dari 149 juta balita di dunia. Lebih dari 50 persen balita di Asia menderita stunting, dan di Indonesia merupakan salah satu negara dengan frekuensi stunting cukup tinggi, sehingga perlu menjadi perhatian.
Untuk mengatasinya, memerlukan sinergitas dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel dengan sinergitas dari beberapa SKPD terkait, juga dengan rganisasi, PKK Darma Wanita dan lain sebagainya.
“Kalau pernikahan usia dini atau usia anak itu bisa turun, jadi harapannya stunting pun akan turun,” tuturnya.
Selain itu ia juga mengimbau, di setiap kegiatan, perkumpulan dan momen agar disentilkan hal-hal yang berkaitan dengan stunting.
“Stunting ini kan hilirnya, hulunya ini banyak multi faktor. Masyarakat semua harus pernah dengar stunting, masyarakat tau apa itu stunting, dan ciri-ciri stunting dan kemudian apa sih dampak negatifnya, sehingga masyarakat akan termotivasi dan tergugah untuk mencegah anak-anaknya terjadi kasus stunting,” imbuhnya.
Menurutnya, stunting bisa diminimalisir melalui peningkatan kualitas makanan, perbaikan pola asuh, perbaikan izin sanitasi lingkungan.
“Dalam hal ini khususnya ibu-ibu yang merupakan tiang penyangga pola asuh, pola asih dan menyiapkan anak-anak dalam generasi yang berkualitas. sehingga akan berupaya seperti apa untuk mencegah stunting, seperti apa untuk terhindar dari stunting. Hal ini harus menjadi komitmen bersama,” tandasnya. (ags/dra)