Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar

Kesenian Wayang Kulit di Tapin masih Lestari

Avatar
487
×

Kesenian Wayang Kulit di Tapin masih Lestari

Sebarkan artikel ini

Kesenian Wayang kulit Banjar yang kini mulai hilang di Kalimantan Selatan, namun tidak untuk di beberapa kabupaten di pahuluan (Banua Anam). Tapin misalnya, pada Ahad (20/9/2020) kemarin, gelaran wayang kulit Banjar itu masih ramai ditonton warga sekitar.

TAPIN, koranbanjar.net – Gelaran wayang kulit itu menandai acara terakhir dari resepsi perkawinan warga setempat. Hampir 70 orang warga yang menetap di tempat sampai subuh untuk menyaksikan akhir kisah wayang kulit yang digelar malam itu.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Biasanya, dalam gelaran wayang kulit terdapat “pepadah” atau pesan yang diselipkan dalam lakon wayang yang dimainkan si dalang.

Kadri (36) seorang warga desa Andika, kecamatan Tapin Tengah, yang juga saat itu menyaksiakan gelaran kesenian wayang kulit dengan bahasa banjar, menyatakan dirinya sangat suka menonton acara itu.

“Ulun katuju banar malihat wayang ni. Mulai lagi halus dibawa kuitan malihat acara nang kaini, rami,” cetusnya dalam bahasa banjar dan logat khas Tapin.

Dalam pagelaran itu, dalang membawakan kisah bertemunya Pandu Dewanata dengan musuh bebuyutannya Narasuma.

Menurut sejarah wayang banjar, Pandu sewaktu muda tersesat dan entah di mana berada, adapun Narasuma waktu itu akan menikahi Dewi Kunti. Namun sayang, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, Pandu Dewanata datang dan merebut Dewi Kunti yang akan menikah dengan Narasuma.

Pertarungan pun terjadi, dalam perebutan wanita Cantik atau ibu dari pandawa lima itu dimenangkan sang putra kedua dari Begawan Abiyasa putra dari Begawan Pulasara.

Setelah bertemu kembali dengan Pandu pada gelaran malam itu, Narasuma pun teringat kembali saat calon istrinya diambil oleh ayah dari Raden Adipati Janaka atau lebih dikenal Pangeran Arjuna itu.

Namun, kembali lagi, Narusuma harus menelan pil pahit, karena harus tumbang kembali dalam pertarungan balas dendam tersebut.

Di akhir kisah, Samar (Semar) bersama tiga putranya yakni, Nalagareng (Gareng), Bagong dan Jambulita (Petruk) mengakhiri dengan beberapa pesan kehidupan.

Di antaranya, Samar mengatakan, dalam kehidupan yang fana ini, hendaklah manusia bersifat adil kepada diri sendiri maupun orang lain.

Perbanyaklah memberikan kebaikan kepada sesama. Jangan sombong walau memiliki ilmu yang tinggi, selalu ramah pada yang muda dan santun pada yang tua. Gelaran itu berakhir tepat pukul 4 dini hari waktu setempat. (san/maf)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh