Guna kembangkan jagung provitas tinggi, penyuluh dan petani punya cara tersendiri dengan aplikasi fosfat alam reaktif dan cara tanam zigzag di lahan masam. Cara ini ternyata cukup efektif, sebab demontrasi Farming (demfar) yang dilakukan Balai Penelitian Lahan Rawa (Balitra) Banjarbaru bersama penyuluh dan petani, menghasilkan provitas 10,3 ton per hektare.
BATU AMPAR,koranbanjar.net – Demfarm kembangkan jagung provitas tinggi ini dilaksanakan pada lahan seluas 45 hektare milik petani dari Kelompok Tani (Poktan) Rukun Karya, Desa Tajau Pecah Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Tanah Laut.
Mantri Tani Kecamatan Batu Ampar, Suradi menjelaskan kebiasaan Musim Kering (MK) antara April-September, petani menanam tanpa olah tanah dan tanpa pupuk kandang.
”Provitas berkisar 4 sampai 5 ton per hektare jagung pipil kering panen atau disebut JPKP,” kata Suradi, Rabu (22/07/2020).
Pada Musim Hujan (MH) antara Oktober-Maret dengan olah tanah dan pupuk kandang, provitas bisa 7 sampai 8 ton per hektare. Hasil demfar dengan teknologi yang diintroduksikan menghasilkan lebih tinggi.
“Hasil ubinan di empat titik didapat rata-rata setara 10,3 ton per hektare dengan kadar air 28 sampai 30 persen,” ungkap Suradi.
Sistem Zigzag Populasi Bertambah
Dalam pertemuan yang digelar seusai panen, Dr. Wahidah, Peneliti Balitra menerangkan bahwa dengan sistem zigzag populasi bertambah banyak dan pemupukan lebih praktis, karena dalam satu tempat penaburan yang tepat bisa untuk 3 rumpun.
Sementara, pemberian fosfat alam dan kapur cukup dilakukan 2 tahun sekali (4 musim tanam). Hal ini karena sifatnya yang slow release dan cocok untuk lahan masam. Wahidah berharap, petani dapat menerapkan sebagai upaya peningkatan provitas.
“Kami berharap teknologi ini dapat diterapkan sebagai upaya meningkatkan produktivitas persatuan luas, yang pada gilirannya akan meningkatkan produksi,” kata dia.
Hal senada dikemukakan Kabid Produksi Distanhorbun Tanah Laut, Basri mewakili Kepala Dinas, menyatakan dukungannya atas teknologi yang diintroduksikan oleh Balitra. Ia juga berharap ini bisa dikembangkan oleh petani.
“Prinsipnya kami mendukung langkah Balitra dan berharap petani melakukan apa yang baik dalam usaha tani,” ujarnya.
Demfarm yang sudah memasuki panen ini cukup menggembirakan para petani. Secara umum dengan perlakuan ini, tampilan tanaman lebih bagus, lebih tinggi dan relatif lebih awet hijau daunnya dibanding lokasi lain tanpa perlakuan.
Petani Tertarik Menerapkan
Diminta pendapatnya, Ketua Poktan Rukun Karya, Thomas mengungkapkan rasa tertariknya untuk menerapkan teknologi itu. Dengan melihat pertumbuhan dan hasil hari ini, dia yakin tanam zigzag mampu meningkatkan jumlah tongkol dalam satu hektar.
“Penampilan tanamannya terlihat bagus dan hasilnya tinggi. Kami dari petani tertarik untuk mencoba sistem tanam zig zag ini,” kata Thomas.
Namun, dia juga mengungkapkan kesulitan dalam memperoleh fosfat alam dan tingginya upah tanam. Menurutnya, upah tanam Rp350 ribu per kantong isi 5 kilogram ada selisih sekitar Rp 140 ribu dibanding tanam larikan biasanya.
Dalam pesan dan kesannya, ia pun berharap kepada petani untuk mengadopsi teknologi yang terbukti dapat meningkatkan provitas ini.
Kepala BPP Batu Ampar, Kaim menuturkan bahwa selama pertumbuhan hingga panen seperti tanaman lainnya tidak luput dari gangguan OPT, terutama awal pertumbuhan ada serangan ulat dan saat tongkol sudah keluar ada serangan jamur.
“Walaupun tidak semua paket teknologi diterapkan, setidaknya teknologi sistem tanam zigzag perlu semua kelompok menerapkan. Sistem ini meningkatkan populasi dan jumlah tongkol,” pungkas Kaim. (mbs/suradi/BBPP Binuang/dya)