Ia menjelaskan, pabrik baterai ini rencananya memiliki kapasitas produksi sebesar 10 Giga watt Hour (GwH), yang nantinya mensuplai produksi kendaraan listrik dari Hyundai.
“Ini hanya bagian dari USD 9,8 miliar tersebut karena ini adalah bagaimana membalikan berpikir bukan hulunya dulu, tapi hilirnya dulu yang kita mainkan,” terangnya.
Dalam MoU tersebut juga ditegaskan bahwa lapangan pekerjaan atas investasi pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik diutamakan untuk warga negara Indonesia (WNI). Tenaga kerja asing (TKA) berpeluang bergabung untuk spesifikasi khusus dan jabatan tertentu saja.
“Waktu kami bicara dengan Menko-nya di Korea, sepakat bahwa lapangan pekerjaan akan diprioritaskan ke tenaga kerja dalam negeri, dan korporasi antara BUMN , LG Group, kemudian UMKM dan pengusaha nasional yang ada di daerah. Ini sebagai bentuk arahan Bapak Presiden baik secara lisan, tertulis maupun dalam UU Cipta Kerja, pasal 90,” katanya.(voa)