Jembatan Alalak II di Kota Banjarmasin, yang hanya bisa dilintasi dengan ‘kata kunci’ ading Basit, sampai kini tidak kunjung diresmikan atau dibuka. Hal itu menimbulkan reaksi bagi Borneo Law Firm (BLF) Kalimantan Selatan. Organisasi pengacara ini melayangkan surat keberatan ke Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) XI Banjarmasin, apabila Jembatan Alalak II ‘ading Basit tak kunjung dibuka, makan mereka melanjutkan keberatan ke Presiden.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Mencermati jembatan Alalak II ‘ading Basit’, Direktur BLF, Muhammad Pazri kepada koranbanjar.net, Jumat, (24/9/2021) menyatakan, apabila surat keberatan yang dikirimkan pada Kamis, 23 September 2021 itu selama 10 hari waktu kerja tak digubris, maka BLF akan mengirimkan surat susulan ke Presiden dan Kementerian PUPR RI.
“Isinya perihal banding administrasi,” ujar Fajri.
Menurut Ketua BLF Kalsel ini, keberatan dan banding administrasi merupakan mekanisme yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Yakni untuk meminta pembatalan, pencabutan, koreksi ataupun penerbitan suatu keputusan dan/atau tindakan administrasi,” terangnya.
Lanjut Pazri, keberatan merupakan langkah pertama yang dapat ditempuh dalam upaya administratif. Berikut hal-hal penting yang perlu diketahui terkait dengan pengajuan keberatan dalam Pasal 77 UU AP.
“Jika keberatan tidak diselesaikan dalam 10 hari kerja, keberatan dianggap dikabulkan,” ucapnya.
Oleh karena itu, katanya jembatan penghubung Kota Banjarmasin dan Kabupaten Batola yang kini viral dengan sebutan jembatan ‘ading Basit’ itu harus dibuka.
“Supaya tidak ribut terus dan menjadi perbincangan hangat publik untuk keadilan. Saat ini urgen kebutuhan masyarakat agar tidak macet lagi,” ungkapnya.
Jika balai tetap bersikeras tidak membuka jembatan ‘ading Basit’ ini, maka Pazri memprediksi, akan terjadi protes terus-menerus. “Publik menjadi tidak percaya lagi dengan penyelenggara negara,” tandasnya menegaskan tentang jembatan ‘ading Basit’ tersebut.(yon/sir)