Keberadaan Jembatan Ekowisata Pulau Bromo selama ini ternyata dikeluhkan warga Kampung Pulau Bromo, Kelurahan Mantuil, Kecamatan Banjarmasin Selatan.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Hal ini disampaikan Ketua RT 7 Kampung Pulau Bromo Kelurahan Mantuil Banjarmasin Selatan, Haji Johansyah kepada media ini belum lama tadi saat ditemui di kampung tersebut.
“Sebenarnya agak kurang bahagia terhadap keberadaan jembatan itu,” ujarnya.
Pasalnya menurut Johansyah kemegahan jembatan bernuansa wisata dengan biaya pembangunan 4 miliar itu sangat bertolak belakang dengan kehidupan ekonomi dan pembangunan di kampung yang dulunya bernama Ujung Benteng, Telok Perenggean dan Tanjung Pandan ini.
Lanjut dikatakannya, padahal jika dibangunkan jembatan penyeberangan sederhana yang penting kokoh dan tahan lama, tidak menjadi masalah bagi warga disana.
“Jadi sisa dananya dapat dipergunakan membangun titian jembatan di Kampung Pulau Bromo. Seperti inilah sebenarnya kami harapkan,” ucapnya.
Lebih lanjut diterangkannya, karena masyarakat di kampung ini jika beraktivitas baik pekerja swasta, buruh, pegawai, petani, pedagang dan lain-lain, hanya ada satu akses jalan yang dilalui yakni titian kayu tersebut.
Mirisnya, semenjak kurang lebih 25 tahun keberadaan jembatan itu hanya satu kali mendapat sentuhan pihak pemerintah.
“Itupun hanya rehab, seterusnya perbaikan titian ini dari swadaya masyarakat,” tuturnya.
Namun demikian dirinya tetap mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota Banjarmasin telah membangunkan jembatan penyeberangan yang memudahkan warga Kampung Pulau Bromo beraktivitas terutama pedagang.
Disela itu, dirinya sempat menyentil, bahwa Pulau Bromo itu bukan di seberang, sedangkan Jembatan Ekowisata ini bernama Jembatan Pulau Bromo.
“Artinya disini lah Pulau Bromo, bukan di seberang sana, justru pembangunan jalan lebih diutamakan disana ketimbang di tempat kami,” tuturnya.
Senada dengan warga Kampung Pulau Bromo lainnya, Iyamsyah dan Jani yang mengaku penduduk asli Pulau Bromo.
“Kami asli penduduk sini, kurang lebih 45 tahun sudah tinggal di bromo ini,” ucap Jani diiyakan Iyam.
Mereka mengungkapkan kondisi jalan titian Pulau Bromo khususnya yang belum diganti beton.
“Sekarang ini kondisinya semakin parah, kalau saat air pasang tinggi jalan titian ini terendam dan papannya banyak yang terangkat,” ungkap Jani dan Iyam.
Maka jika jalan titian ini terendam air sambung mereka, dipastikan tak ada satupun warga yang berani melewatinya.
“Jalan kaki aja sangat berhati-hati, apalagi sepeda motor tidak ada yang berani lewat takut tercebur,” terang Jani.
Bukan hanya itu, kalau malam hari, dirinya kerap tak bisa tidur nyenyak disebabkan bunyi jalan titian kayu saat dilewati kendaraan roda sangat nyaring.
“Seperti bunyi tabrakan, pokoknya jarang bisa tidur nyenyak, pasti kaget dan terbangun,” akunya.
Untuk itu mereka berharap, agar jalan titian kayu ini secepatnya diganti.
“Ini harapan kami sejak lama, jangan janji tinggal janji,” tandasnya. (yon)