Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Hukum & Peristiwa

Guru Besar ULM Menilai Ulah Kadisdikbud Kalsel Merusak Demokrasi

Avatar
762
×

Guru Besar ULM Menilai Ulah Kadisdikbud Kalsel Merusak Demokrasi

Sebarkan artikel ini
Pakar Hukum Pemerintahan dan Tata Negara Prof Dr. Hadin Muhjad . Banjarmasin, Sabtu(25/11/2023) (foto: ulm/koranbanjar.net)

Guru besar Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof Dr. Hadin Muhjad menilai ulah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Kalimantan Selatan, Muhammadun diduga melanggar aturan Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait pemilu secara norma merusak demokrasi.

BANJARMASIN, Koranbanjar.net – Dalam pandangannya lewat media ini, Sabtu, (25/11/2023) Prof Hadin mengatakan dalam struktur norma bila ada larangan dipastikan pasti ada sanksi.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

“Apalagi norma ini norma yang dapat merusak demokrasi,” ujarnya.

Untuk itu jika ketentuan pidana tidak ditemukan, maka dapat diberikan sanksi lain berupa sanksi administratif.

“Siapa yang dapat memberikan sanksi administratif, adalah dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri,” kata Pakar Hukum Pemerintahan dan Tata Negara ini.

Dijelaskannya, Undang – Undang (UU) Pemilu pada Pasal 283 ayat (1) dengan menyebut larangan kampanye berbunyi: Pejabat, Negara, Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional dalam jabatan negeri serta Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

“Pasal 283 ini jelas menyebutkan sebelum, selama dan sesudah masa kampanye, dilarang berkampanye,” terang pria kelahiran 1960 di Hulu Sungai Selatan (HSS) ini.

Lanjutnya, dalam putusan Bawaslu Kalsel atas kasus Kadisdikbud Kalsel Muhammadun atau Madun dari sudut hukum dapat memahaminya. Akan tetapi masyarakat umum banyak yang bertanya dan kecewa.

“Komentar mereka memang sebagian menganggap Bawaslu tidak bergigi dan sebagainya,” ucapnya.

Secara faktual dengan bukti sempurna ada perbuatan Madun melakukan tindakan dalam status pejabat publik masuk dalam ranah politik pemilu, diduga memihak salah satu partai politik, dan hukum dengan jelas melarang perbuatan itu.

Banyak peraturan sudah dikeluarkan untuk menjaga netralitas ASN, sementara tahapan pemilu sedang berjalan dan Bawaslu bertugas menjaga pemilu berjalan sportif. Ketika kasus ini diperiksa dan diputus oleh Bawaslu bahwa perbuatan Madun benar terjadi.

Tetapi Bawaslu terbatas kewenangannya karena ada lembaga lain untuk menyelesaikan. Pikiran Bawaslu dengan Sentragakumdu masuk dalam perspektif formal legalistik dengan tidak memberikan keadilan bagi rakyat terutama partai lain yang keberatan.

Dalam perkembangan hukum muncullah paradigma sebagian masyarakat paham hukum menginginkan adanya perubahan pola pikir penegak hukum.

“Agar dalam menegakkan hukum jangan hanya selalu mengacu kepada bunyi dan teks undang-undang,” tuturnya.

Tetapi sambung Hadin, diharapkan adanya terobosan cara berpikir lain.

“Karena hukum bekerja berdasarkan panduan sebuah peta yang disodorkan kepadanya,” analisanya.

Peta tersebut imbuh Hadin menentukan bagaimana suatu sistem hukum mempersepsikan fungsinya dan bagaimana selanjutnya hukum akan menjalankan pekerjaannya.

“Yaitu dengan pola hukum progresif,” tuntasnya.

(yon/rth)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh