Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
DPRD Banjarbaru

Gerhana, Fenomena Penuh Makna

Avatar
557
×

Gerhana, Fenomena Penuh Makna

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dian Puspita Sari

Lagi. Dalam setengah tahun ini telah terjadi dua kali fenomena alam penuh makna. Setelah di akhir Januari 2018 lalu gerhana bulan total menyapa bumi, akhir pekan lalu, tepatnya pada 28 Juli 2018, gerhana bulan kembali terjadi.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Selain menjadi salah satu yang terlama, gerhana bulan 28 Juli 2018 ini terlihat jauh lebih kecil dari biasanya. Sebab bulan sedang berada di posisi terjauhnya dari bumi. Selain itu, pada saat gerhana berlangsung, bulan menampilkan warna merah darah.(liputan6.com)

Sementara para pengamat dan khalayak menikmati micro Blood Moon yang mempesona, seorang prakirawan seismik mengklaim bahwa gerhana bulan itu mampu memicu gempa bumi. Frak Hoogerbeets (49) dalam situs web pemantau gempanya, Ditranium.org, pada 24 Juli 2018 lalu meramal, kesejajaran benda antariksa –seperti pada gerhana micro Blood Moon dan yang lainnya– akan berdampak pada peningkatan aktivitas seismik dan tektonik di bumi.

“Akan memicu terjadinya peningkatan aktivitas seismik tektonik pada 23-26 Juli 2018 dengan kemungkinan terjadi gempa berkekuatan rendah hingga maksimal 6 SR. Sedangkan pada tanggal 27-30 Juli merupakan titik kritis, dengan potensi terjadi gempa berkekuatan 6-7 SR,” klaimnya, tanpa menyebut lokasi di mana gempa itu mungkin terjadi.

Lima hari usai Frank Hoogerbeets merilis prediksi tersebut, gempa berkekuatan 6,4 SR terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 29 Juli 2018. (liputan6.com)

Mitos Seputar Gerhana

Sudah sejak lama gerhana bulan kerap dikait-kaitkan dengan terjadinya bencana atau kejadian mistis. Misalnya saja selang beberapa hari atau beberapa minggu dari gerhana, di daerah tertentu akan terjadi bencana alam, wabah penyakit, kericuhan di masyarakat dan lain sebagainya. Lalu oleh masyarakat tertentu akan digelar berbagai macam ritual untuk mengantisipasinya.

Ada pula mitos bahwa gerhana terjadi karena raksasa menelan matahari atau bulan, dengan berbagai macam versi cerita. Sementara bagi masyarakat modern yang mengikuti kemajuan tekhnologi dan ilmu antariksa ini akan menganggap hal itu sebagai fenomena alam biasa. Karena melalui berbagai riset ilmiah, manusia bisa mengetahui sebab terjadinya gerhana tersebut secara pasti.

Walau sebenarnya masih ada juga yang berusaha memprediksikan dan mengimbau agar masyarakat berhati-hati serta waspada akan kondisi alam yang ekstrim saat sebelum atau setelah terjadi gerhana.

Pandangan Islam Terkait Gerhana

Islam hadir menyikapi pandangan masyarakat tentang banyak hal. Termasuk menepis mitos dan pandangan primitif tentang gerhana. Sekaligus menggantikannya dengan nilai spiritual pada fenomena gerhana itu sendiri.

Rasulullah bersabda: “Matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran Allah. Keduanya mengalami gerhana bukan karena atau sebab bagi kematian atau kelahiran seseorang.”

Selanjutnya Rasulullah menganjurkan untuk melaksanakan shalat, bertasbih, berzikir, bertahlil, bersedekah, bahkan memerdekakan budak. Banyak hadist yang menyebutkan Rasulullah pernah beberapa kali melaksanakan shalat gerhana.

Hal tersebut memberikan pengertian bahwa gerhana tidak lain dan tidak bukan adalah suatu tanda kebesaran Sang Pencipta. Ia bukan sesuatu yang menakutkan apalagi menimbulkan malapetaka. Sebuah fenomena alam yang semestinya membangkitkan kesadaran religius dan spiritual manusia.

Hal yang pada hakikatnya mengingatkan manusia pada kemahaagungan-Nya. Perkembangan sains yang kian mengungkap jelas banyak proses kejadian alam sangat membantu manusia dalam memahami dan menghayati bahwa semua itu adalah tanda keagungan Allah.

Momentum Untuk Bertaubat

Gerhana bulan yang terjadi telah menunjukkan kembali salah satu bukti keagungan-Nya. Sang Maha Agung yang telah menciptakan jagad raya seisinya, memelihara keseimbangannya serta menempatkan setiap bagiannya dalam orbit masing-masing. Sehingga tidak terjadi benturan antara satu dengan lainnya yang akan menimbulkan guncangan, bahkan kehancuran alam semesta.

Sebagai kaum beriman, tidak seharusnya manusia itu cemas pada saat terjadi gerhana. Karena bukan alam yang mengatur geraknya sendiri. Melainkan Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha mengatur alam semesta ini. Seluruh makhluk tunduk dan patuh kepada pengaturan itu.

Jika semua manusia memiliki kesadaran tentang semuanya itu, maka tentunya akan memberikan pengaruh bagi peneguhan aqidah kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta ini. Menyembah hanya kepada-Nya, dan melepaskan semua bentuk ketundukan dan kepatuhan kepada selain Dia. Betapapun mempesona dan bermanfaat makhluk ciptaan Allah bagi kehidupan manusia, tetap saja yang wajib disembah hanyalah Allah semata.

Introspeksi betapa lemah dan rendah diri manusia di hadapan Allah. Dengan meningkatnya pengagungan kepada Allah, diharapkan berbanding lurus dengan menurunnya sikap takabur dan angkuh atas kelebihan-kelebihan diri. Yang diingat adalah ketidakberdayaan diri, sehingga memunculkan sikap merasa bersalah dan bergairah untuk memperbanyak istighfar.

Dalam tataran praktis, memaknai perintah tunduk dan patuh bukan semata pada aspek kerohanian saja. Selama ini setiap menyambut gerhana, baik gerhana matahari maupun bulan, anjuran shalat gerhana beredar cukup luas dan dilaksanakan di mana-mana. Namun di sisi lain banyak pula yang masih mengabaikan sebagian besar ajaran Islam yang sama-sama diajarkan Rasul-Nya. Hingga bahkan ada yang berani menilai dirinya lebih pandai dan merasa lebih berhak membuat hukum yang bertentangan dengan hukum-Nya sekalipun.

Wallahu’alam bisshawwab.

*) Aktivis Muslimah, Pembina Komunitas Remaja Shalihah Kab. Banjar, Warga Pekauman Ulu Martapura

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh