Tak Berkategori  

Gelar Dialog Publik, Banyak Yang Kecewa DPRD Kalsel Tak Hadir

BANJARBARU, koranbanjar.net – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Selatan (WALHI Kalsel), gelar dialog publik perlindungan dan pengakuan wilayah kelola rakyat dengan mengundang berbagai pihak termasuk masyarakat adat. Namun, sangat disayangkan DPRD Kalsel yang notabene sebagai perancang peraturan daerah (perda) tak hadir dalam acara tersebut.

Padahal acara itu penting guna menyelaraskan pendapat, untuk memberi solusi antara pemerintah dan masyarakat adat dayak meratus yang belum terselesaikan hingga kini.

“Yang jelas kami sangat kecewa, padahal ini salah satu tugas mereka seharusnya kan ada regulasi. Tetapi, DPRD dalam kesempatan ini tidak hadir,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono kepada awak media saat ditemui, Kamis (26/12/2019), di Hotel Roditha, Banjarbaru.

Ia menjelaskan, masyarakat adat sudah ada sebelum negara merdeka. Namun hingga kini, belum ada satupun wilayah kelola rakyat (WKR) diakui di Kalsel. Termasuk, hutan adat.

“Bukan hanya Walhi yang kecewa, melainkan seluruh peserta dialog. Berasal dari berbagai golongan, masyarakat umum dan adat. Mereka (DPRD Kalsel) hanya menjawab melalui sosmed di instagram (ig) walhi,” ungkapnya.

Menurutnya, Walhi Kalsel sebelumnya sudah berulang kali mencoba menghubungi melalui Rumah Banjar (Kantor DPRD Kalsel). Tapi sayang, tak direspon sama sekali.

“Saya hubungi Pak Supian HK (Ketua DPRD Kalsel), tidak aktif Hpnya. Kalau beberapa orang di DPRD Provinsi katanya ada yang keluar daerah, ada yang belum dapat info dari Sekwan,” ceritanya.

Kasi Tata Ruang Dinas PUPR Kalsel Rahmatullah pun mengaku, sangat disayangkan tak hadirnya DPRD Kalsel dalam dialog tersebut.

“Jika hadir, wakil rakyat bisa paham apa yang diinginkan masyarakat. Kalau mereka ikut, mereka akan memahami masalahnya di mana, masyarakat maunya apa, kan mereka perwakilan rakyat,” ungkapnya.

Dirinya menerangkan, yang diinginkan masyarakat yakni pengakuan dan ada prosedurnya.

“Namanya pelepasan kawasan hutan, pinjam pakai, tukar menukar dan penetapan batas wilayah hutan,” ucapnya.

Acara tersebut dihadiri etnis Dayak, masyarakat rawa gambut, masyarakat Paminggir Hulu Sungai Utara, Margasari Tapin, hingga mahasiswa dan aktivis lingkungan di tingkat nasional. (ykw/maf)