Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjarbaru mendorong perempuan dan anak-anak agar lebih berani mencegah dan melawan tindak kekerasan yang bisa menimpa mereka dalam kehidupan sehari-hari.
BANJARBARU,koranbanjar.net – Ketua Komisi I DPRD Banjarbaru, Ririk Sumari, pada Selasa (10/2/2025) menegaskan, kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan persoalan serius yang seringkali tak terlihat secara kasat mata, seperti fenomena gunung es.
“Perempuan yang mengalami kekerasan, khususnya di lingkungan rumah tangga, harus berani melapor. Jangan takut atau merasa malu. Laporan itu adalah langkah awal untuk mendapatkan perlindungan,” ujarnya.
Sebagai politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ririk juga menekankan pentingnya menghapus stigma yang membuat korban enggan mengungkapkan kekerasan yang mereka alami.
Ia menambahkan, lembaga perlindungan serta pihak berwenang siap memberikan bantuan dan pendampingan kepada korban kekerasan.
“Melaporkan tindakan kekerasan bukanlah aib, justru itu bentuk keberanian untuk melindungi diri dan orang lain,” katanya.
Sementara untuk anak-anak, Ririk menilai pentingnya pendidikan sejak dini tentang hak-hak pribadi dan batasan tubuh. Anak-anak perlu diajarkan untuk mengenali dan menolak perilaku yang tidak pantas dari orang lain.
“Peran orang tua sangat krusial dalam hal ini. Mereka harus menjadi pelindung utama dari segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan dan pelecehan,” lanjutnya.
Ririk memberi contoh bahwa ketika seorang anak mengalami sentuhan yang tidak pantas dari orang lain, mereka harus diberi pemahaman untuk segera menghindar dan melaporkannya.
“Lingkungan yang aman dan mendukung sangat penting agar anak-anak bisa tumbuh tanpa rasa takut,” tambahnya.
Di sisi lain, data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APMP2KB) Kota Banjarbaru menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat pada tahun 2024.
Kepala DP3APMP2KB Banjarbaru, Erma Epiyana, menyampaikan bahwa selama tahun 2024, pihaknya menangani 81 kasus, naik dibandingkan 63 kasus pada tahun sebelumnya.
“Dari total 81 kasus, kami mencatat 28 di antaranya adalah kekerasan seksual, 10 kasus kekerasan psikis, 6 kekerasan fisik, 8 penelantaran, 16 KDRT, dan 13 kasus lainnya,” ungkap Erma. (maf/dya)