Yudistira Mahardika, mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lapas Kelas IIA Kotabaru, resmi mengadukan kasus pemecatannya yang dinilai cacat prosedur ke Komisi XIII DPR RI, Kamis (19/6/2025).
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Pertemuan berlangsung di sela kunjungan kerja Komisi XIII DPR RI di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan digelar di Rumah Makan Serba Nyaman, Jalan Ahmad Yani KM 5.
Yudistira hadir didampingi tim hukum dari Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) DPD Kalimantan Selatan dan DPC ARUN Kotabaru.
Sekretaris DPD ARUN Kalsel, M Hafidz Halim, menyebut pemecatan terhadap Yudistira tidak melalui proses pidana, hanya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tahun 2024, tanpa mempertimbangkan mekanisme hukum kepegawaian yang berlaku.
“Pemecatan ini tanpa proses pidana. Tidak sesuai UU ASN maupun keputusan BPASN. Kami serahkan seluruh dokumen ke Ketua Komisi XIII DPR RI,” kata Hafidz kepada wartawan.
Pertemuan tersebut merupakan hasil koordinasi sebelumnya antara ARUN Kalsel dengan anggota Komisi XIII DPR RI asal Kalimantan Selatan, Sultan Khairul Saleh, yang juga dikenal sebagai Raja Banjar.
“Pak Sultan menunjukkan respons cepat. Tidak hanya membuka komunikasi, tapi langsung menjadwalkan pertemuan resmi di tengah masa reses,” tambah Hafidz.
Selain Sultan, hadir pula Ketua Komisi XIII DPR RI H. Sugiat Santoso, serta anggota komisi lainnya, M. Rofiqi, S.H., Ir. M. Shadiq Pasadigoe, dan Teuku Ibrahim.
Sebelumnya, Komisi XIII DPR RI menggelar pertemuan internal di Hotel Galaxy Banjarmasin bersama perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, Pemasyarakatan, Imigrasi, hingga Komnas HAM.
Usai itu, mereka menggelar pertemuan khusus dengan Yudistira secara terpisah. Dalam forum itu, Ketua dan anggota Komisi XIII menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti kasus ini ke level pusat.
Langkah berikutnya, ARUN dan DPR RI mendorong agar persoalan ini dibawa ke Rapat Dengar Pendapat (RDP) resmi di Gedung DPR RI, Jakarta. (yon/bay)