BANJARBARU, KORANBANJAR.NET – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI bekerjasama dengan Kadin Indonesia serta Asosiasi se Kalimantan Selatan telah menjalin kerjasama akan membentuk Komite Advokasi Daerah (KAD) Anti Korupsi yang direncanaka minggu depan, untuk melakukan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di Kalimantan Selatan.
Proses pembentukan KAD dengan tagline agenda Focus Group Discussion (FGD) dilakukan selama 2 hari, Selasa-Rabu (11-12/12/2018) dengan melibatkan lembaga terkait di lingkungan Pemprov Kalsel yang digelar di Meeting Room Tamrin Bappeda Provinsi Kalsel.
Ketua Kadin Provinsi Kalsel, Ir. H Edy Suryadi yang diminta untuk memberikan sambutan pertama pada pembukaan FGD tersebut menyatakan, pihaknya sangat berterima kasih kepada KPK Provinsi Kalsel, Pemprov Kalsel yang telah bersinergi membentuk forum KAD ini.
Selain itu, menurutnya, juga banyak keinginan dan harapan dari para pengusaha untuk dapat terlibat dalam upaya mendorong dan membangun daerah ini. Antara lain, perlunya pembangunan jalan tol dari Banjarmasin menuju Banua Anam. “Sejak zaman penjajahan, jalan satu-satunya menuju hulu sungai cuma Jalan Ahmad Yani. Jarak tempuh yang mestinya bisa dilewati hanya dua jam dengan jalur tol, sekarang menuju ke hulu sungai butuh waktu antara 5 sampai dengan 6 jam,” ucapnya dalam forum.
Secara terpisah kepada koranbanjar.net, Edy juga menegaskan, sejak 4 tahun terakhir, dunia usaha secara nasional, terutama di Kalimantan Selatan dapat dikatakan mengalami kemerosotan. Bisnis tambang batubara melesu, begitu pula dengan bisnis perkebunan maupun bisnis-bisnis lainnya.
Salah satu persoalan yang memicu hal tersebut adalah melemahnya kurs rupiah pada ekonomi global. Hal ini tidak hanya dialami pelaku bisnis berskala besar, melainkan juga dialami para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM).
Pelaksanaan dunia usaha atau kegiatan-kegiatan pekerjaan baik yang berada di lingkup pemerintahan maupun swasta, imbuhnya, perlu didampingi agar dapat tercegah dari persoalan hukum.
Sementara itu, Perwakilan KPK, Chandra Sulistio Reksoprodjo, dalam presentasinya menjelaskan beberapa hal yang menjadi titik rawan korupsi yang perlu diawasi secara “senyap”. Antara lain, mengenai penyusunan APBD, alokasi yang tidak fokus pada kepentingan publik.
Kemudian, imbuhnya, hibah dana bansos yang tidak tepat, adanya intervensi pihak luar. Hal tersebut lah yang menjadi titik rawan terjadinya tindak korupsi. “Contohnya saja, pengalokasian anggaran air mineral antara satu lembaga dan lembaga lainnya sering berbeda. Padahal jenisnya sama,” pungkasnya.(sir)