Bukan tentang Aditya Mufti Arifin menolak melawan diskualifikasi, namun ini persoalan sejarah Pilkada yang memalukan sepanjang zaman diceritakan.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Hal ini diungkapkan tokoh Forum Ambin Demokrasi Noorhalis Majid lewat tulisannya disampaikan melalui media ini, Rabu (20/11/2024) di Banjarmasin.
“Sekali lagi, ini bukan tentang Aditya, tapi tentang sejarah memalukan, yang akan diceritakan sepanjang zaman,” ungkap Noorhalis Majid.
Menurut mantan Kepala Ombusdman wilayah Kalsel ini, soal itu (Aditya) terlalu sederhana, karena kalau Wali Kota Banjarbaru itu mau melawan, pasti banyak argumen yang dapat diajukan. Ini lebih dari itu.
Juga bukan tetang sikapnya yang diam membisu, membiarkan fotonya tetap digunakan menjadi surat suara, padahal tentu saja dapat mengajukan keberatan atau protes.
“Sebab menjadi hak baginya (Aditya) menolak foto dirinya ada pada surat suara pasca diskualifikasi,” ucapnya.
Lanjut dikatakannya, lebih utama ini tentang mewujudkan Pilkada yang jujur dan adil, nantinya akan dikenang sepanjang masa dan menjadi catatan sejarah perhelatan demokrasi di kota yang IPM-nya tertinggi se Kalimantan Selatan. Bahkan rata-rata masyarakat berpendidikannya terbanyak dan merata.
Bagaimana mungkin bisa menjelaskan kepada anak cucu, bahwa pernah suatu waktu di Kalimantan Selatan, diselenggarakan Pilkada dengan calon tunggal dan tidak ada alternatif..
“Termasuk alternatif kotak kosong bagi semua warganya. Yang ada hanya memilih calon tunggal tersebut atau dianggap tidak sah,” tuturnya.
Bukan karena ketiadaan aturan. Bahkan dijelaskan Noorhalis Majid aturannya sudah sangat jelas, memerintahkan dengan tegas agar mencetak surat suara ulang dengan mengakomodir kotak kosong.
Alasannya sederhana, tidak mau mencetaknya dengan dalih sempitnya waktu. Padahal, di zaman yang teknologinya super canggih seperti ini, hanya perlu waktu satu malam mencetak surat surat yang dibutuhkan,” cetusnya.
Kalau Pilkada tetap terselenggara dengan ketiadaan alternatif tentang hak warga untuk tidak memilih calon tunggal.
“Maka inilah Pilkada paling aneh bin ajaib di dunia. Karena sudah begitu arogan bahkan kasar, menghapus hak semua warga dalam menentukan pilihannya,” tegasnya.
Bagaimana menjelaskan secara logis atas dasar aturan hukum yang jujur, adil dan demokratis imbuhnya bila tidak ada sedikit pun alternatif kecuali memilih calon tunggal atau suara dianggap tidak sah, demikian Noorhalis Majid. (yon/bay)