MARTAPURA – Program bedah rumah dari Pemerintah Pusat untuk masyarakat Kabupaten Banjar sebanyak 600 unit, dengan alokasi anggaran Rp15 juta –dalam bentuk material, — / per rumah, sepertinya perlu menjadi perhatian serius bagi DPRD Kabupaten Banjar sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan.
Pasalnya, meski program bedah rumah ini sudah mulai dilaksanakan di Kabupaten Banjar, namun faktanya masih terdapat warga miskin yang memiliki tempat tinggal tidak laya huni, justru belum mendapatkan.
Hasil penelusuran koranbanjar.net di lapangan, ada beberapa warga miskin, khususnya di wilayah Kecamatan Astambul, seperti di Desa Munggu Raya dan Kelampayan Ilir yang belum mendapatkan “jatah” program bedah rumah ini.
Sebaliknya, ada beberapa warga yang berdomisili di Kota Martapura, ditengarai justru mendapatkan program bedah rumah ini.
Menanggapi persoalan ini, Pengamat Sosial Kalimantan Selatan, Rafi’i Muksin kepada koranbanjar.net, menyatakan, mestinya pengajukan program bedah rumah ini dilakukan mulai Badan Perwakilan Desa (BPD). Warga miskin yang mendapatkan hibah bedah rumah, harus diputuskan melalui rapat yang disertai notulensi.
“Mengapa harus melalui rapat BPD, itu menghindari adanya kemungkinan “permainan” aparat yang hanya memberikan jatah program bedah rumah kepada kerabat, keluarga atau orang terdekat, sehingga akhirnya tidak tepat sasaran,” ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut dia, program bedah rumah harus betul-betul sesuai mekanisme. Kalau bisa, warga yang mendapatkan program bedah rumah ini adalah mereka yang memberikan kontribusi untuk masyarakat.
“Menurut saya, pemberian program bedah rumah harus berdasarkan skala prioritas, misalnya untuk guru ngaji atau guru madrasah. Untuk memastikan program ini tepat sasaran, ya itu….tugas dewan,” ungkap mantan anggota DPRD Provinsi Kalsel yang duduk selama 2 periode ini.
Lebih dari itu, lanjut mantan Ketua Fraksi PPP ini, jika di lapangan ditemukan kejanggalan dalam pelaksanaannya, DPRD Banjar berhak memanggil pihak SKPD terkait. “Dewan berhak memanggil dan minta penjelasan. Kalau ditemukan kesalahan, barulah BPKP yang harus melakukan audit untuk meminta perbaikan. Soalnya kalau dewan tidak punya instrumen untuk men-justifikasi (mengadili, red),” pungkasnya.(sir)