LOKSADO, koranbanjar.net – Ada lima pilar prinsip mendasar yang menjadi konsep dalam kehidupan beragama, yang ditanamkan pada semua keturunan habaib dan didakwahkan dengan lisan sejak zaman dahulu. Penting diketahui untuk tidak sekedar mencintai habaib saja, tetapi juga mengikuti jalan hidupnya.
Pertama Ilmu, kedua ilmu tersebut diamalkan, ketiga berhati-hati, keempat rasa takut kepada Allah, dan ikhlas dalam beramal.
Kelima prinsip kehidupan para alawiyyin tersebut dijelaskan oleh Habib Hasan Bin Ahmad Alayidrus asal Tabalong, saat memberikan tausyiah di acara haul ke-117 Habib Abu Bakar Bin Hasan Assegaf (Habib Lumpangi), Minggu (18/8/2019) di Komplek makam Habib Lumpangi, Desa Lumpangi Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).
Habib Hasan mengatakan, thariqah para alawiyin perlu diketahui oleh para muhibbin maupun habaib. Di samping ber mahabbah atau mencintai para ahlul bait, perlu setidaknya memahami bagaimana para habaib dalam mengarungi kehidupan.
“Supaya mahabbah kita bukan sekadar perasaan saja, ditunjang dengan mengikuti konsep yang dibawa mereka, dalam hal ini mengikuti thoriqah alawiyin yang dibawanya,” ucapnya.
Habib Hasan mengatakan, semua prinsip itu dipegang teguh dari kakek moyang para habaib, dari Hadramaut, Yaman sampai turun beranak pinak di Indonesia.
Lebih jauh dipaparkan, dalam bahasa agama Islam disebut thariqah yang berarti prinsip atau pondasi dalam beragama, dipaparkan kitab karangan Al Habib Zayn Bin Iberahim Bin Sumaith, berjudul Al Manhaj As Sawi yang berarti metode yang lurus.
Kandungan dalam kitab tersebut menjelaskan bagaimana thariqah para alawiyyin (keturunan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib) atau para habaib. Kerangka kitab itu bermuara dari ucapan seorang imam zaman dahulu Al Habib Ahmad bin Zayn Al Habsyi, salah satu tokoh besar di kota Hadramaut, Yaman yang pernah ditanyai bagaimana thariqah Alawiyin itu.
“Jawaban beliau ada 5 prinsip yang ditanamkan para alawiyyin. Al ilmu atau menuntut ilmu, Al amalu atau mengamalkannya, Al wara’ atau berhati-hati, Al Khauf Minallah ta’ala maksudnya berhati-hati, dan al ikhlas aza wazalla ataub ikhlas dalam beramal,” jelas Habib Hasan Bin Ahmad Alayidrus
Menuntut ilmu yang pertama kali ditekankan. Maksudnya adalah menuntut ilmu agama, utamanya dasar-dasar ilmu agama merupakan hal wajib yang minimal diketahui, seperti cara beribadah dan maupun hukum agama.
Berikutnya setelah ilmu didapat, lalu ditekankan pada mengamalkan ilmu tersebut. “Semisal dari kacamata agama sudah mengenal halal dan haram tahu hukumnya, maka harus konsisten dengan ilmunya. Yang tahu hukumnya haram maka konsisten ditinggalkan, mengetahui hukum halal maka konsisten dikerjakan,” ujarnya.
Ketiga, lanjutnya, wara atau berhati-hati dalam bertindak, melakukan satu pergerakan, bertutur kata, berkomentar, tidak gegabah dan tidak sembarangan bertindak. Berhati-hati dilakukan dalam semua aspek.
Keempat, al khauf minallahi taala yang bermakna rasa takut kepada Allah. Sendirian atau di tengah orang banyak sekalipun diyakinkan Allah maha melihat, sehingga tidak berani mengerjakan yang memancing murka Allah, walau bertentangan dengan orang banyak termasuk atasan bahkan orangtua.
Terakhir al ikhlas lahu aza wazalla, artinya ikhlas dalam beramal, bertindak dan menjalankan ketaatan. Memurnikan niat dan tujuan semata karena Allah dan rasul, tidak ada yang lain,” tandas Habib Hasan Bin Ahmad Alayidrus. (yat)