4 FEBRUARI 2018
TAKISUNG – Hanya beberapa hari lagi, dzuriat beserta para jamaah di Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, kembali akan melaksanakan Haul ke 25 Syekh Mursyid Thoriqat Nuqsabandiyah Sdzaliayah Qodariyah, KH Muhammad Nur bin Syekh Ibrahim Khaurani, pada Sabtu (malam Minggu), 10 Februari 2018 atau 24 Jumadil Awal 1439 Hijriah di Kediaman dan Kubah Takisung.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan haul (peringatan wafat) KH Muhammad Nur di Takisung dilangsungkan cukup sederhana, namun tidak sedikit jamaah yang datang untuk mengikuti haul. Tidak terkecuali dari berbagai pelosok di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, bahkan banyak pula jemaah yang datang jauh dari Jawa Timur.
Adapun rangkaian acara yang sering dilaksanakan tiap tahun, acara haul diawali dengan melaksanakan sholat magrib berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan sholat taubat berjamaah serta dzikir berjamaah yang langsung dipimpin dzuriat pertama KH Muhammad Nur, yakni Al Hajj Syaifuddin bin KH Muhammad Nur.
Usai dzikir berjamaah, kegiatan dilanjutkan dengan pembacaan Manaqib KH Muhammad Nur, tentang perjalanan menuntut ilmu, menyebarkan ajaran thoriqot hingga wafat. Rangkaian acara selanjutnya sholat isya berjamaah, diteruskan dengan pembacaan tahlil, sholawat hingga doa.
Semasa hidup, KH Muhammad Nur sering menghabiskan waktu hanya untuk mengajar Ilmu Tauhid, Tasawuf dan membimbing murid-muridnya di beberapa daerah, terutama di kediamannya sekarang, yakni di Desa Takisung. Sedangkan aktifitas sehari-hari lainnya hanya bertani, berkebun serta menunaikan hajat orang yang sering datang ke rumahnya dengan berbagai keperluan.
Salah satu satu kebiasaan yang ditanamkan KH Muhammad Nur kepada istri dan para dzuriatnya adalah sangat menghormati tamu. Bahkan setiap tamu yang datang, baik dengan jumlah sedikit maupun banyak, tidak diperkenankan pulang sebelum makan. Sementara tamu yang datang tak jarang dengan jumlah yang banyak, bahkan mencapai puluhan orang.
“Sudah seringkali kami temui, banyak tamu yang datang, sedangkan beras yang dimasak tidak begitu banyak. Tapi nasi yang dimasak dalam panci tak pernah habis, sedangkan tamu terus datang silih berganti. Manakala disampaikan kepada beliau (KH Muhammad Nur), ya…beliau cuma mengatakan….nasinya cukup aja,” ungkap satu murid KH Muhammad Nur yang pernah bercerita kepada koranbanjar.net.(sir)