Kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan, memasuki babak baru.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Solhan dengan hukuman penjara 5 tahun 8 bulan serta denda dan uang pengganti miliaran rupiah dalam sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (11/6/2025).
Tuntutan tersebut dibacakan dalam persidangan yang juga melibatkan tiga terdakwa lain, Yulianti Erlynah (eks Kabid Cipta Karya), Agustya Febry Andrian (eks Kepala Balai Laboratorium Konstruksi), serta Ahmad, seorang pengurus rumah tahfidz di Martapura.
Paling Berat di Antara Empat Terdakwa
JPU menilai Ahmad Solhan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam perkara gratifikasi senilai total Rp12,4 miliar, yang diterimanya selama menjabat sebagai Kadis PUPR pada 2023–2024.
Dana tersebut berasal dari para kontraktor sebesar Rp10 miliar, serta dari sebuah lembaga non pemerintah sebesar Rp2,4 miliar.
“Uang gratifikasi itu diterima secara bertahap dan disimpan melalui ketiga terdakwa lainnya,” ungkap JPU Mayer Simanjuntak kepada awak media usai sidang.
Selain tuntutan penjara, Solhan juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp16 miliar. Bila tidak dibayar, harta bendanya akan disita, dan jika tidak mencukupi, akan diganti dengan tambahan pidana penjara selama 4 tahun.
Tuntutan Lebih Ringan untuk Tiga Terdakwa Lain
Berbeda dengan Solhan, tiga terdakwa lainnya menerima tuntutan yang lebih ringan.
Yulianti Erlynah dituntut 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan, serta uang pengganti Rp4 miliar atau diganti 3 tahun penjara bila tidak dibayar.
Agustya Febry Andrian dituntut 4 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan.
Ahmad, meski bukan ASN, dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan.
Ahmad disebut menerima langsung uang sebesar Rp2,3 miliar dari Ketua BAZNAS Kalsel, sebelum menyerahkannya kepada Agustya Febry.
Fakta Persidangan dan Jadwal Sidang Lanjutan
JPU meyakini seluruh terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 jo Pasal 65 KUHP.
Solhan juga disebut telah menggunakan uang gratifikasi tersebut untuk berbagai kebutuhan operasional dan kegiatan keagamaan sebelum tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 6 Oktober 2024.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 25 Juni 2025, dengan agenda pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari masing-masing terdakwa. (yon/bay)