Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Kolom

Pemilu yang Paling ‘Brutal’

Denny Setiawan
3433
×

Pemilu yang Paling ‘Brutal’

Sebarkan artikel ini
ILUSTRASI - Perhitungan suara. (foto : klikhukum.id)
ILUSTRASI - Perhitungan suara. (Foto: Klikhukum.id)
Denny Setiawan
Denny Setiawan

Oleh

DENNY SETIAWAN (Pimpinan Umum Koranbanjar.net)

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Mengutip ungkapan beberapa tokoh nasional, Pemilu 2024 kali ini disebut dengan Pemilu yang paling brutal. Mengapa demikian? Mungkin iya dan mungkin pula tidak. Namun faktanya, proses Pemilu 2024 kali ini memang penuh dengan intrik-intrik yang tidak terduga. Mulai proses pemilihan di tingkat bawah (masyarakat) hingga penetapan suara di tingkat Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hampir di setiap tahapan Pemilu, dari proses pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), pleno di tingkat kecamatan hingga proses berikutnya selalu diwarnai keributan. Kursi legislatif  seakan menjadi “Tuhan” yang WAJIB diperebutkan dengan cara apapun.

Saya mengamati proses Pemilu 2024 secara seksama mulai di tingkat TPS, banyak hal yang memungkinkan terjadinya kesalahan, baik pada sistem maupun SDM atau ‘human error’.  Saya memperhatikan aplikasi Si Rekap dari KPU yang digadang-gadang menjadi salah satu sistem yang dapat menyuguhkan transparansi (keterbukaan) kepada masyarakat justru tidak berjalan dengan baik.

Sejak awal pemungutan suara di tingkat TPS hingga pleno di tingkat kecamatan, perhitungan yang diupload pada sistem Si Rekap berhenti pada angka 17 persen. Aplikasi yang dibuat dengan anggaran yang tidak sedikit itu pun akhirnya tak berfungsi. Jawaban yang sering kita dengar atas kejadian itu pun begitu simpel, “Sistem lagi bermasalah”, sesederhana itu?

Entah semua itu memang dibuat demikian atau tidak, pastinya dari proses pemungutan sampai perhitungan suara seakan dirangkai demikian. Coba perhatikan, pemungutan suara hingga perhitungan suara dilakukan mulai pagi hingga menjelang dinihari. Energi manusia tentunya sangat terbatas. Begitu perhitungan mulai dilakukan sampai dinihari, banyak anggota KPPS yang kelelahan, bahkan ada beberapa kejadian yang menyebabkan anggota KPPS harus dilarikan ke rumah sakit.

Hal demikian sudah dapat dipastikan menyebabkan perhitungan suara menjadi tidak maksimal, bahkan condong mengalami kesalahan. Petugas-petugas KPPS ngantuk, kelelahan, dan akhirnya perhitungan suara pun tidak dapat dilakukan sesuai harapan. Akibatnya, angka-angka suara yang tercantum pada C1 hingga D1 mengalami kekeliruan.

Tidak berbeda dengan para saksi parpol yang menunggu di tiap TPS. Banyak dari mereka yang juga kelelahan, sehingga meninggalkan TPS sebelum selesai tanpa mengantongi C1. Begitu keesokan harinya ingin mendapatkan C1 sudah tidak bisa, karena formulir C1 sudah masuk kotak suara.

Akhirnya, semua saksi parpol tidak dapat mengantongi C1 pada semua TPS yang tersebar, mereka ada yang memperoleh hanya 25 persen, 50 persen hingga 75 persen. Munculah ‘transaksi’ jual-beli C1 antar parpol. Sehingga hasil pemungutan suara yang tercantum pada C1 menjadi abu-abu. Ujung-ujungnya, pada rapat pleno di tingkat kecamatan terjadi keributan, karena adanya selisih perhitungan yang (mungkin) diakibatkan kesalahan tulis angka karena petugas kelelahan, ngantuk dan lainnya atau human error.

Kesalahan-kesalahan itu (mungkin) pula menjadi peluang besar bagi petinggi-petinggi parpol atau oknum penyelenggara untuk melakukan rekayasa perhitungan suara. Jadi tidak lah mengherankan jika Pemilu kali ini disebut dengan Pemilu yang paling brutal. Karena banyaknya mekanisme dan sistem yang (mungkin) sengaja dibuat salah, agar memberikan peluang kepada pihak berkepentingan untuk bisa melakukan rekayasa perhitungan suara.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh