Polda Metro Jaya mengklaim masih terus melakukan penyelidikan terkait kasus penipuan modus tawaran kerja paruh waktu like dan subscribe video YouTube.
JAKARTA, koranbanjar.net – Berdasar hasil penyelidikan awal, pelaku ditemukan menggunakan rekening bank yang diperjualbelikan di media sosial.
Hal ini diungkap Panit I Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Ipda Satrio dalam diskusi bertajuk ‘Waspada Kejahatan Siber, Masyarakat Harus Bagaimana?’ yang digelar Forum Wartawan Polri (FWP) di Hotel Diradja, Jakarta Selatan, Jumat (7/7/2023). Satrio menyebut siasat ini dilakukan pelaku untuk mempersulit pihak kepolisian dalam melakukan pelacakan.
“Kami cek memang rekening itu dijual oleh pemilik utama dari rekening bank tersebut,” kata Satrio.
Satrio menuturkan, dalam melancarkan aksi kejahatannya para pelaku penipuan memang kerap berupaya menyembunyikan identitas aslinya dengan segala cara. Hal ini diakui mempersulit penyidik dalam melakukan pelacakan.
“Itu membuat bentuk (identitas pelaku) bukan hal yang mudah. Dia daftar nomor telepon atas nama orang lain, rekening beli,” beber Satrio.
Tertipu Puluhan Juta
Diberitakan sebelumnya seorang karyawati berinisial COD (24) menjadi korban penipuan modus tawaran kerja paruh waktu like dan subscribe video YouTube. Ia mengaku merugi hingga Rp48,8 juta.
Kasus ini telah dilaporkan COD ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut diterima dan teregistrasi dengan Nomor: LP/B/3548/VI/2023/POLDA METRO JAYA tertanggal Rabu (21/6/2023).
Menurut penuturan COD, awalnya pada Minggu (18/6/2023) lalu ia dihubungi seseorang yang mengaku bernama Kiara Anisa lewat WhatsApp. Pelaku tersebut menawarkan pekerjaan paruh waktu like dan subscribe video YouTube dengan iming-iming komisi sebesar Rp500 ribu hingga Rp1,4 juta perhari.
“Saya sudah tertipu dengan Project Freelance. Pekerjaan pertama yang ditugaskan kepada saya hanya menjalankan misi dengan cara mengerjakan tugas seperti like YouTube” kata COD kepada wartawan, Rabu (21/6).
OCD yang tergiur dengan tawaran tersebut lantas diundang oleh pelaku ke sebuah grup Telegram. Selanjutnya ia mulai mengejarkan tugas yang diminta oleh pelaku.
Setelah melakukan serangkaian tugas yang diberikan, pelaku kemudian meminta COD untuk membayar deposit senilai Rp200 ribu. Lagi-lagi pelaku mengiming-imingi komisi sebesar Rp60 ribu.
“Ada tiga pilihan jumlah deposit dan saya deposit Rp 200 ribu, dan di situ saya mendapatkan reward Rp 60 ribu. Artinya uang deposit dan reward masih ditransfer ke saya Rp260 ribu,” jelasnya.
Tak henti di situ, pelaku kemudian meminta COD kembali membayar deposit sebesar Rp2,3 juta. Kali pelaku mengiming komisi sebesar Rp3,1 juta.
“Setelah itu saya dibuatkan grup kecil yang berisi anggota dengan deposit sejumlah tersebut. Di sana saya diberikan empat misi, namun dalam setiap misi diminta untuk membayar deposit, yang pertama Rp5,5 juta, kemudian Rp16 juta. Dan misi terakhir yakni Rp 44 juta. Di misi terakhir tersebut saya tidak sanggup dan saya membayar Rp25 juta,” bebernya.
Karena merasa sudah keluar uang banyak, COD lalu menagih komisinya. Namun pelaku berdalih korban harus terlebih dahulu membayar pajak OJK sebesar Rp44 juta.
Sampai pada akhirnya COD melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Ia mengaku kebingungan karena uang deposit yang diberikan kepada pelaku juga diperolehnya dari pinjaman online.
“Saya sudah kehilangan akal dan pikiran saya dari mana saya mendapatkan uang tersebut sehingga ada tidak semangat hidup, kerja pun tidak bisa fokus. Saya saat ini hidup sendirian karena orang tua saya pindah ke daerah. Saya minta pihak kepolisian segera mengusutnya,” pungkasnya.
(Suara.com)