Sidang gugatan korban banjir tahun 2021 yang digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin, Rabu (18/8/2021), tergugat Gubernur Kalimantan Selatan melalui Pemprov menghadirkan 4 saksi.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Saksi – saksi tersebut adalah Kepala Seksi Perlindungan Korban Bencana Alam Dinas Sosial Kalimantan Selatan, Achmadi, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiap-siagaan, Sahruddin, Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi Kalsel, Ahmad Hipni Nur dan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Provinsi Kalsel, Abriansyah Alam.
Koordinator Tim Advokasi Korban Banjir, Muhammad Pazri menjelaskan, keempat saksi fakta yang dihadirkan tergugat menjelaskan mengenai proses penanganan banjir dari pra bencana, saat bencana, hingga pasca bencana.
“Bahwa dari keterangan 4 saksi fakta di atas kami menilai adanya miskoordinasi antar instansi di Kalimantan Selatan,” ujar Pazri.
Lanjut dijelaskan, sebagai contoh alat pendeteksi peringatan dini dipasang di 8 titik pada tahun 2014-2017, namun pada saat banjir awal tahun 2021 alat pendeteksi tersebut tidak berfungsi dikarenakan rusak.
Seharusnya kata Pazri, ketika alat pendeteksi dini dipasang ada pedoman mulai dari pola pemeliharaan secara teknis dan lainnya.
“Dari situ kami menyimpulkan hal ini bisa menguatkan objek gugatan khususnya pada objek sengketa yang pertama yakni, tidak adanya peringatan dini kepada masyarakat secara komprehensif,” terangnya.
Selain itu imbuhnya, dalam fakta sidang, dalam pendistribusian bantuan oleh Dinas Sosial pihaknya menilai ada ketidakadilan dalam hal pendistribusian bantuan, apakah tepat sasaran atau tidak.
Menurutnya hal tersebut masih terjadi di lapangan secara parsial karena tidak adanya perencanaan, SOP dan tidak ada program saat status tanggap darurat banjir Kalsel.
“Hal ini dikarenakan setiap instansi berjalan sendiri-sendiri dan saling lempar tanggung jawab,” tegasnya.
Kondisi ini berkesesuaian dengan objek gugatan yang kedua terkait dengan lambatnya penanganan dan penanggulangan banjir pada saat status tanggap darurat.
Ia juga menambahkan, terungkap fakta di persidangan bahwa Kalsel tidak memiliki pedoman system komando tanggap darurat bencana, tidak memiliki tata cara penggunaan.
“Selain itu tidak memiliki pedoman pertanggungjawaban belanja tidak terduga untuk belanja pada saat tanggap darurat bencana,” bebernya.
“Karena terungkap fakta pelaporan, monitoring dan evaluasi belum dilakukan,” tambahnya.
Seharusnya kata Pazri lagi, pelaporan akhir meliputi pelaksanaan komando tanggap bencana, jumlah atau kekuatan sumber daya manusia jumlah peralatan, jumlah setiap jenis atau macam logistik dan sumber daya manusia lainnya harus dilaporkan secara tertib dan akuntabel dan yang bertanggung jawab adalah Gubernur karena hal tidak dibuktikan tergugat.
Terungkap pada fakta sidang juga yang mengejutkan, karena pada Mei 2021 di 5 daerah terdampak banjir mendapatkan bantuan stimulus dari pemerintah pusat sebesar Rp66 miliar yang diberikan kepada BNPB.
Bantuan berupa dana tersebut untuk membantu dan membangun renovasi rumah sejumlah 3.942 rumah warga yang tersebar di 5 kabupaten yaitu, Kabupaten Banjar, Batola, HST, Tanah Laut dan Balangan.
Jikalau diklasifikasikan, antara lain, rusak ringan Rp10 juta, sedang Rp25 juta, berat Rp50 Juta. Akan tetapi bantuan tersebut sampai sekarang belum direalisasikan.
Alasannya adalah peraturan teknisnya belum ada, hal itu sebutnya adalah mencerminkan adanya kekosongan hukum sesuai objek gugatan yang ketiga, padahal dana tersebut adalah dana masyarakat yang harus segera diberikan.
Untuk agenda sidang selanjutnya dilaksanakan pada Rabu, September 2021 pukul 13.00 WITA.(yon/sir)