Kalau di Tanah Jawa memiliki 9 Walisongo penyebar Islam yang pertama. Nah, kalau Bali juga terdapat 7 wali Allah penyebar Islam yang dikenal dengan 7 Wali Pitu. Seorang di antaranya adalah Habib Umar bin Yusuf Al Maghribi, seorang tokoh Arab yang sempat menjadi Raja Beratan dengan gelar Syekh Maulana Raden Hasan. Selain Habib Umar bin Yusuf, satu orang dari Wali Pitu adalah keturunan Cina, yakni Syekh Abdul Qodir Muhammad bernama asli Kwan Pao-Lie .
Penganut agama Islam di Bali tidak lepas dari peran dakwah 7 Wali Pitu, tak ubahnya seperti Walisongo di Tanah Jawa. Bahkan sekarang makam 7 Wali Pitu juga menjadi destinasi wisata religi di Bali. Nah, siapa saja mereka, berikut tulisannya.
Dihimpun dari beberapa sumber, catatan sejarah, Raja Gelgel pertama, yakni Dalem Ketut Ngelesir pernah melakukan perjalanan ke Majapahit. Ketika kembali ke Bali, dia disertai dengan kedatangan 40 orang pengiring, dua di antaranya bernama Raden Modin dan Kiai Abdul Jalil yang beragama Islam. Keduanya bertugas sebagai abdi dalem di Kerajaan Gelgel.
Dilansir dari sindonews.com, peran dalam menyebarkan Agama Islam di Bali dilakukan wali pitu di Bali. Wali pitu ini terdiri dari 7 orang yang memiliki asal-usul berbeda. Keberadaan wali pitu sebagai sosok penyebar agama Islam di Bali ditandai dengan keberadaan 7 makam keramat yang saat ini begitu sering dikunjungi wisatawan muslim yang ingin berziarah.
Wali Seseh Mengwi
Wali Seseh Mengwi adalah anggota wali pitu di Bali yang punya nama asli Pangeran Mas Sepuh atau Raden Amangkurat. Beliau merupakan anak dari Raja Mengwi V yang menikah dengan anggota Kerajaan Blambangan. Makam beliau bisa ditemukan di Pantai Seseh yang terletak di Desa Munggu, Mengwi dan berada dekat dengan jalur menuju ke Tanah Lot.
Wali Bukit Bedugul
Wali Bukit Bedugul menjadi wali pitu di Bali yang begitu terkenal. Apalagi, makam wali yang bernama asli Syekh Habib Umar Bin Maulana Yusuf Al-Maghribi pernah mengalami fenomena yang begitu istimewa. Ketika terjadi letusan Gunung Agung yang besar di Bali pada tahun 1963, makam ini masih berdiri dengan kokoh dan tidak tersentuh satu butir pasir pun. Padahal, di waktu yang sama bangunan lain telah porak poranda oleh letusan gunung.
Wali Karangrupit
Sosok Wali Karangrupit merupakan wali pitu di Bali yang spesial karena berasal dari China yang memiliki nama asli Kwan Pao-Lie dan punya gelar sebagai Syekh Abdul Qodir Muhammad. Beliau pernah menjadi murid Sunan Gunung Jati Cirebon. Oleh karena itu, pemahamannya terhadap Agama Islam begitu diakui banyak orang. Lokasi makamnya, bisa ditemukan di Desa Temukus.
Wali Negara
Memiliki nama asli Habib Ali bin Umar bin Abu Bakar Bafaqih dan merupakan tokoh Islam yang berasal dari Banyuwangi. Datang ke Bali pada 1917 dan sempat menuntut ilmu ke Mekkah pada tahun 1935. Tak hanya itu, wali yang wafat di usia 107 tahun pada tahun 1997 ini juga mendirikan sebuah pondok bernama Pondok Pesantren Syamsul Huda. Lokasi makamnya bisa ditemukan di Kampung Ampel Loloan Barat, Jembrana.
Wali Kusamba
Wali Kusamba adalah tokoh wali pitu di Bali yang memiliki nama asli Habib Ali bin Abu Bakar bin Umar Al Khamid. Beliau dikenal sebagai guru bahasa Melayu salah satu Raja Klungkung, yakni Dalem I Dewa Agung Jambe. Karena perannya yang begitu penting bagi kerajaan, tak heran kalau Makam Wali Kusamba tidak hanya dikunjungi umat Islam, tetapi juga umat Hindu di Bali.
Wali Kembar Karangasem
Sesuai dengan namanya, ada dua wali yang lokasinya berada di satu tempat, yakni Syeh Maulana Yusuf Al-Baghdi dan Habib Ali Bin Zaenal Abidin Al-Idrus. Asal-usul kedua makam tua ini tidak begitu jelas. Konon, kedua makam ini sudah berusia sangat tua, mencapai 400 tahun.
Makam Pangeran Sosrodiningrat dan Makam Raden Ayu Pemecutan
Pangeran Sosridiningrat merupakan wali pitu di Bali yang berasal dari kerajaan Mataram. Kedatangannya di Bali bertujuan untuk membantu Raja I Gusti Ngurah Gede Pemecutan dalam berperang melawan Kerajaan Mengwi. Selanjutnya, Pangeran Sosrodiningrat menikah dengan Raden Ayu Anak Agung Rai dan memperoleh anak bernama Dewi Khadijah. Makam salah satu wali pitu ini bisa ditemukan di Jalan Batukaru, Pemecutan.
Wali Pitu Keturunan Tionghoa, Syekh Abdul Qadir Muhammad
Syekh Abdul Qadir Muhammad adalah salah murid Sunan Gunung Jati, yang diperintahkan meyiarkan Islam di Pulau Dewata. Wali pitu yang satu ini bernama lahir The Kwan Lie atau Kwan Pao Lie.
Setelah belajar beberapa lama dengan Sunan Gunung Jati, The Kwan Lie diperintahkan berdakwah ke Tanah Dewata untuk menyiarkan agama Islam. Dia berdakwah di pesisir Pulau Bali, mulai dari Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng hingga Kabupaten Jembrana.
Oleh warga setempat, makam Syekh Abdul Qadir Muhammad dinamai makam keramat Karang Rupit. Makam Syekh Abdul Qadar Muhammad ramai dikunjungi peziarah dari dalam dan luar Bali. Ia merupakan generasi ke-6 dari Wali Pitu.
Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi
Habib Umar bin Yusuf Al Magribi adalah satu wali pitu di Bali yang berjasa memberikan ajaran-ajaran keagamaan Islam di kawasan pegunungan Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Tabanan dan sekitarnya.
Sebelum wafat sekitar abad XV, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sempat mendirikan Kerajaan Beratan. Tokoh asal Arab ini pula yang menjadi Raja Beratan dengan gelar Syekh Maulana Raden Hasan.
Setelah wafat, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi dimakamkan di areal perbukitan yang kini menjadi Hutan Lindung Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), di atas Kebun Raya Eka Karya Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti. Para tetua di Desa Candikuning menyebut gunung keramat tempat Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi ini areal Bukit Tapak.
Untuk mencapai puncak Bukit Tapak di mana Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi berada, haruslan mendaki dengan melewati semak dan hutan belantara. Biasanya, peziarah melakukan perjalanan kurang lebih 3 jam dengan jalan kaki dari Kebun Raya Bedugul. Peziarah mesti mendaki sejauh 1.800 meter.
Dilansir dari nusabali.com, juru Kunci (Kucen) Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, Hani Faridin, mengatakan makam keramat di pucak Bukit Tapak ini baru ditemukan sekitar 50 tahun silam oleh warga yang mencari kayu bakar.
Sejak ditemukan, banyak umat Islam yang berziarah. Bahkan, tak sedikit orang yang melakukan tirakat (semedi) di Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi.
Konon, sebelum kedatangan Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi dan berdirinya Kerajaan Beratan, di Desa Candikuning banyak dihuni manusia berbadan besar yang berkepala anjing. Manusia berkepala anjing tersebut memakan siapa pun yang lewat, sehingga tidak ada orang berani tinggal di Desa Candikunig.
Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi berhasil menaklukkan gerombolan manusia berkepala anjing tersebut. Kehidupan di Desa Candikuning pun menjadi tenteram dan damai. Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi kemudiuan mendirikan Kerajaan Beratan. Tak heran jika danau yang ada di kawasan ini juga bernama Danau Beratan.
Setelah menjadi Raja Beratan, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi bergelar Syekh Maulana Raden Hasan. Awalnya, Kerajaan Beratan amat tenteram. Tapi, lama kelamaan ketenteraman itu berubah jadi gonjang-ganjing, karena terjadi masalah perpolitikan. Raja Syekh Maulana Raden Hasan difitnah habis-habisan.
Karena Kerajaan Beratan gonjang ganjing, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi pun minta petunjuk ke Kerajaan Madura, yang dulu mengutusnya hijrah ke Bali Utara.
Oleh Kerajaan Madura, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi diberi petunjuk untuk semedi di puncak Bukit Tapak. “Karena beliau (Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi, Red) adalah raja yang bijaksana, maka selama ada tiga orang muridnya yang setia mengikuti selama semedi di puncak Bukit Tapak,” cerita Hani Faridin.
Selama ditinggal Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi atau Raja Syekh Maulana Raden Hasan semedi di puncak Bukit Tapak, Kerajaan Beratan kembali gonjang-ganjing. Makhluk raksasa berupa manusia berkepala anjing muncul lagi dan mengancam penduduk. Mereka memakan seluruh penduduk yang ada di Desa Candikuning hingga hanya tinggal tulang belulang.
Di sisi lain, Habib Umar bin Yusuf Al-Magribi sebagai Raja Beratan bergelar Syekh Maulana Raden Hasan ternyata tidak pernah kembali ke Desa Candikuning. “Bersama tiga murid yang dengan setia mengikutinya, beliau menghilang di puncak Bukit Tapak. Beliau sebetulnya sulup (bisa pergi kemana-mana). Makanya, orang menyebutnya telah wafat,” papar Hani Faridin.(sir)