Pro Kontra Ucapan Jokowi Punya Data Intelijen soal Arah Parpol, Mahfud MD: Dijamin UU

Presiden Joko Widodo. (Instagram/@jokowi)

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku memiliki data intelijen mengenai kondisi partai-partai politik memicu pro dan kontra di kalangan elit politik.

JAKARTA, Koranbanjar.net – Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023) lalu, Jokowi mengatakan memiliki informasi yang komplet dari intelijen.

“Dari intelijen saya ada, BIN (Badan Intelijen Negara). Dari intelijen di Polri, ada. Dari intelijen di TNI, saya punya, BAIS (Badan Intelijen Strategis), dan info-info di luar itu. Angka, data, survei, semuanya ada,” kata Jokowi.

Adapun data intelijen yang dimiliki Jokowi terkait dengan manuver partai politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Pernyataan Jokowi mengenai data intelijen itu lalu mendapatkan beragam respons dari elit politik di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan wajar jika Presiden Jokowi memiliki data internal parpol dari intelijen.

Menurut dia, wajar jika Jokowi mengetahui semua itu, sebab menurut undang-undang Badan Intelijen Negara (BIN) bertanggungjawab langsung pada presiden.

“Tidak ada pemilu pun tahu, apalagi pemilu. Tidak ada pemilu pun presiden tahu data tentang parpol,” kata Mahfud MD pada awak media di Jakarta, Minggu, 17 September 2023.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menambahkan, presiden tak bisa disalahkan jika memiliki data tersebut.

Bahkan menurutnya, para menteri yang bertugas dalam kabinet juga memiliki informasi terkini mengenai kondisi internal partai politik di Indonesia.

Mahfud menegaskan, data yang didapat Jokowi dari intelijen dijamin dalam Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Tanggapan elite parpol

Sejumlah elit partai politik ikut merespons pernyataan Jokowi mengenai data intelijen mengenai kondisi parpol yang ia miliki.

Partai Nasional Demokrat (NasDem) menyatakan pernyataan terbuka Jokowi mengenai data intelijen itu merupakan manuver politik yang tidak etis.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Hermawi Taslim mengatakan, dalam kondisi politik Indonesia yang dinamis saat ini, mestinya pihak-pihak menyampaikan informasi yang menyejukkan ke publik, agar pelaksanaan Pemilu 2024 lebih kondusif.

Menurutnya lagi, pernyataan Jokowi mengenai data intelijen soal kondisi internal parpol beropensi menumbuhkan kecurigaan dalam tataran masyarakat.

Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan, pernyataan Jokowi tersebut berpotensi merusak keberadaan partai politik tertentu.

Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri meminta Presiden Jokowi tidak menggunakan data internal parpol untuk mengeliminasi keberadaan parpol tertentu.

Tidak seperti NasDem dan PKS yang terkesan panik, Partai Gerindra justru menanggapi santai penyataan Jokowi yang mengaku memiliki data intelijen mengenai kondisi internal parpol.

Juru Bicara Pemenangan Pemilu Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono mengatakan, adalah hak dari presiden untuk menerima data atau laporan intelijen, termasuk soal partai politik.

“Saya rasa itu biasa saja. Di negara lain juga seorang presiden mendapatkan laporan dari badan intelijen,” kata Budisatrio Djiwandono kepada wartawan, Minggu (17/9/2023).

Hal senada diungkapkan salah satu anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus.

Dengan tegas ia menyatakan, data intelijen mengenai partai politik yang dimiliki presiden adalah hal yang wajar. Menurut dia, salah satu tugas dan fungsi intelijen adalah menginformasikan apapun yang terjadi di negara ini.

(Suara.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *