Advokasi 17 Anak Korban Perdagangan Orang, Suster dari NTT Dikira Korban Binomo

Tangkapan layar saat tim advokasi 17 anak korban TPPO asal Jawa Barat di NTT dikira korban penipuan trading option binary Binomo, di Komisi III DPR RI, Jakarta, Kamis 24 Maret 2022. (Twitter Damar Juniarto)

Sejak tahun lalu, TRUK-F bersama jaringan HAM Sikka dan Vivat Internasional Indonesia mengadvokasi 17 anak yang diduga korban TPPO dalam penggerebekan di sebuat tempat hiburan malam di Maumere, NTT.

JAKARTA, koranbanjar.net – Pemberitaan tentang sejumlah anggota kongergasi Suster-suster Abdi Roh Kudus (SSpS) menjadi korban penipuan trading binary option Binomo, ternyata keliru. Padahal, pemberitaan itu terlanjur viral.

“Dipastikan lewat telepon bahwa kedatangan Suster Fransiska Imakulata SSpS dalam kapasitas sebagai pendamping kasus perdagangan 17 anak di Sikka yang kemudian diadvokasinya dengan mendatangi Mabes Polri dan menemui Komisi III DPR RI pada 24 Maret 2022. Jadi, bukan sebagai korban Binomo. Tidak ada suster jadi korban Binomo,” kata Executive Director and Co-Founder Safenetvoice Damar Juniarto di Jakarta, Sabtu (26/3/2022).

Suster Ika mengatakan, “Saya ingin menyampaikan bantahan berita yang beredar di media bahwa kami para suster adalah korban Binomo. Itu salah sekali! Kami diterima dalam satu ruangan di Komisi III DPR duduk bersebelahan dengan kuasa hukum kasus Binomo, tapi kami bukan korban kasus Binomo. Kami sedang mengadvokasi kasus 17 anak.”

“Kami ke Jakarta untuk menyampaikan kasus perdagangan anak di Kabupaten Sikka. Makanya, kami datang ke DPR RI. Kami diberi kesempatan untuk menyampaikan masalah kami. Baru kemudian kuasa hukum Binomo. Jadi itu terpisah. Binomo itu juga kami tidak tahu,” katanya.

Pada Rabu (23/3/2022), tim advokasi kasus 17 anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terdiri dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F), Jaringan HAM Kabupaten Sikka NTT, dan Vivat Internasional Indonesia mendampingi saksi korban untuk mendesak kepolisian segera menyelesaikan kasus dugaan TPPO 17 anak asal Jawa Barat di Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Sudah sembilan bulan kasus ini belum selesai. Kami mendesak polisi segera menuntaskan dengan mengedepankan UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO karena pengakuan para korban ada unsur human trafficking. Awalnya aparat penegak hukum menggunakan UU Ketenagakerjaan dan UU Perlindungan Anak. Namun, setelah kami gelar aksi demo muncullah SP2HP, sehingga undang-undang berikut pasalnya diganti,” tutur Suster Ika.

Selain menghukum berat para pelaku, mereka meminta penegak hukum secepatnya membongkar sindikat TPPO khususnya di Kabupaten Sikka.

“Kami yakin ada orang yang bermain dan membekingi para pelaku TPPO. Kasusnya mirip di Labuan Bajo. Modus kejahatannya sama. Kemudian kasus itu lenyap begitu saja,” ungkap Suster Ika.

Koordinator Jaringan HAM Kabupaten Sikka NTT Siflan Angi mengapresiasi Bareskrim Mabes Polri terkait penyelesaian kasus 17 anak korban TPPO. Model pelayanan Bareskrim Mabes Polri dengan Polres Sikka NTT berbeda, terutama dalam merespon setiap laporan aduan dari masyarakat.

Direktur Vivat Internasional Indonesia Suster Geno Amaral SSpS mengatakan bahwa peran serta dukungan pemerintah sangat dibutuhkan agar kasus-kasus TPPO di NTT diungkap dan dicegah sejak dini.

“Kasus TPPO paling dominan di NTT, disusul kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual, dan pemerkosaan. Saya yakin kasus TPPO 17 anak menjadi pintu utama untuk membuka kasus-kasus lain yang selama ini didiamkan pihak terkait,” katanya.

Pegiat Hukum dan HAM Maumere John Bala mengungkapkan, kasus dugaan perdagangan anak terungkap setelah pada 14 Juni 2021 aparat Ditres Polda NTT dan Satres Polres Sikka menggerebek salah satu tempat hiburan malam di Kota Maumere. Sekitar 17 anak berasal dari Provinsi Jawa Barat diamankan. Mereka berusia antara 14 sampai 17 tahun. Dua di antara mereka bahkan sedang hamil.

Ke-17 anak itu lalu dititipkan di Shelter St Monika milik TRUK-F untuk didampingi. Sejak saat itu TRUK-F bersama jaringan HAM Sikka dan Vivat Internasional Indonesia memberi perhatian khusus dan mengadvokasi kasus ini hingga saat ini. (dba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *