Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mendesak aparat kepolisian segera menindak tegas para perusak lingkungan yang melakukan aktifitas tambang batu bara ilegal di seluruh wilayah Kalimantan Seltan, terutama kawasan hutan seperti pegunungan Meratus Hulu Sungai Tengah (HST), Kalsel.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono kepada media ini, Selasa (18/10/2022) menyorot mengenai lemahnya penegakan hukum terhadap para penambang batubara ilegal atau Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) yang diduga mulai menjamah kawasan hutan pegunungan di Kabupaten HST.
Padahal ujar Kis –demikian ia akrab disapa, red–, pelaku dan alat bukti sudah ada, tapi sampai sekarang tidak ada keseriusan Kapolres, Kapolda Kalsel dan Kapolri untuk menindak kasus ini.
“Untuk itu Walhi Kalsel mendesak Kapolres, Kapolda Kalsel dan Kapolri menindak tegas para perusak lingkungan ini dari hulu sampai hilir termasuk para cukong atau penadah dan aparat, serta pejabat yang terlibat,” pintanya.
Selain itu Walhi Kalsel juga mendesak komitmen Pemda HST dan Pemprov Kalsel untuk memaksimalkan mata pencaharian yang jangka panjang, ramah lingkungan dan berkeadilan.
Dirinya juga menyebut, penambang yang memiliki ijin di wilayah HST hanya PT AGM.
Namun itupun kata Kis, sampai sekarang PT AGM belum melakukan penambangan di HST.
“Kita menolak mereka dan Walhi meminta pemerintah agar HST dikeluarkan dari semua ijin tambang dan sawit termasuk AGM,” tegasnya.
Dikatakan, jika sekarang ada yang menambang di HST selain PT AGM berarti itu adalah Ilegal. “Yang legal aja kita tolak, apalagi yang ilegal,” ucapnya.
Kis menguraikan, seharusnya kejadian Sambo dan kerusakan lingkungan di Kalsel termasuk jalan longsor Km 171, meninggalnya rakyat di lubang tambang, bencana ekologis yang selalu terjadi itu menjadi semangat Kapolres, Kapolda dan Kapolri untuk penegakan hukum.
“Karena negara kita negara hukum. Indonesia 77 tahun sudah merdeka,” ucapnya.
Buktikan lanjut Kis, NKRI itu Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan Negara Kesatuan Republik Investor apalagi Negara Kepolisian Republik Investor.
Kis menegaskan, perlu diingat, HST harus diselamatkan dari ancaman industri ektraktif yang merusak.
“Cukong, penadah dan oknum aparat yang terlibat juga harus ditindak,” tegasnya lagi.
“Kalau tidak sanggup lebih baik mundur dari jabatan,” sambungnya.
Kis menjabarkan mengenai Undang-Undang (UU) Minerba Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 158.
“Bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah,” terangnya mengurai bunyi pasal tersebut.
Kemudian Pasal 161 bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah.
“Itu di Undang-undang minerba belum lagi undang-undang lainnya,” pungkasnya. (yon/sir)