Tak Berkategori  

Tolak Omnibus Law “Tolol” , Cipta Lapangan Kerja “Cilaka”

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Penolakan sebuah konsep pembentukan undang-undang utama oleh pemerintah untuk mengatur masalah sebelumnya yang disebut Omnibus Law bukan saja dilakukan buruh di Jakarta, tetapi juga terjadi di Kalimantan Selatan bahkan mungkin pekerja seluruh Indonesia bersikap yang sama atas kebijakan dari Presiden Joko Widodo ini.

Hari ini di Kalsel sendiri penolakan tegas Omnibus Law dilakukan oleh puluhan pekerja metal yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia(FSPMI) Kalimantan Selatan.

Bahkan saking gregetnya mereka membuat yel-yel dengan menyingkat Tolak Omnibus Law, “Tolol” dan Cipta Lapangan Kerja, “Cilaka”.

“Kalau saya bilang tolak Omnibus Law, kalian teriak tolol, kalau saya bilang cipta lapangan kerja, kalian sebut cilaka,” teriak Yoeyoen Indiharto, ketua FSPMI saat berorasi di atas panggung mobil depan gedung DPRD Kalsel, Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin, Senin (20/1/2020).

Seketika para demonstran yang berjumlah kurang lebih 50 orang dengan membawa berbagai atribut penolakan kebijakan pemerintah tersebu, antusias berteriak menyebut tolol setelah Yoeyoen berucap tolak Omnibus Law.

Menurut mereka isi Omnibus Law ini sangat merugikan kaum buruh, antara lain pengurangan nilai pesangon, pembebasan TKA buruh kasar, penggunaan Outsourcing yang masif, jam kerja yang fleksibel, termasuk upah bulanan dirubah menjadi upah per jam.

Lanjut, beleid ini bukan cara terbaik meningkatkan investasi, dan menciptakan lapangan kerja.Sebaliknya adalah cara terbaik menghancurkan kesejahteraan kaum pekerja(buruh) di Indonesia.

Sementara anggota Komisi IV DPRD Kalsel, Firman Yusi usai menemui para demonstran, kepada wartawan menyampaikan, pembahasan ini akan dibawa ke DPR RI, karena menurutnya ini berkaitan dengan regulasi atau undang-undang.

Namun ia berharap adanya Omnibus Law tidak memberi ruang terlalu lebar kepada pengusaha untuk menekan buruh.Pihaknya sangat mendukung menolak.wacana revisi UU ketenagakerjaan ini apabila berpotensi menurunkan nilai tawar buruh dan membunuh kesejahteraan mereka.

“Kami berharap adanya undang-undang ini(Omnibuslaw-red) tidak dijadikan kesempatan membuka ruang terlalu lebar bagi pengusaha untuk menekan buruh, dan kami mendukung menolak itu,” tegas Firman.

Tuntutan lainnya adalah, cabut atau revisi UU Nomor 228 Tahun 2019 tentang jabatan tertentu yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Kemudian menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, cabut atau revisi Pepres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 28 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.(yon)