BANJARBARU – Advokasi dan Diseminasi yang dilaksanakan di Novotel, Senin malam (12/2) kemarin adalah bertujuan untuk membicarakan masalah penyakit sesuai data yang di dapat oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP)
Menurut Ketua Panitia Penyelenggara, Naning Nugraheny, adanya keterbatasan sumber daya tentunya mengajak kita untuk melakukan harmonisasi membentuk upaya-upaya bagi pemangku kepentingan.
“Pendidikan dari BBTKLPP Banjarbaru tentunya dimanfaatkan dengan baik oleh layanan. Sehingga tujuan umum dari pertemuan ini adalah meningkatnya pemahaman tentang situasi penyakit, masalah kesehatan serta upaya pencegahan serta penaggulangannya guna peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah BTKLPP Banjarbaru,” ucapnya.
Naning menambahkan, nanntinya para kepala balai dari beberapa daerah akan menyampaikan paparannya, lalu dari paparan tersebut akan dilakukan diskusi dan perumusan rekomendasi sehingga data-data hasil dari pertemuan ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk perencanaan di 2019 dan sebagai bekal perencanaan di 2018 ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Muhammad Subuh, mengatakan Banjarbaru termasuk yang beruntung karena salah satu konsep kita dalam pertahanan penyakit itu ada di Banjarbaru.
“Bentuknya yang pertama yaitu BBTKLPP, yang kedua kantor kesehatan pelabuhan juga ada disini. Jadi, masyarakat Banjarbaru khususnya dan masyarakat Kalimantan Selatan Khususnya bisa kita jaga bersama-sama terhadap kemungkinan-kemungkinan masuknya penyakit yang baru dan juga bisa kita mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap penyakit-penyakit yang mungkin timbul,” ujarnya.
Subuh juga menginformasikan bahwa dari dari 514 Kabupaten dan Kota di Indonesia, hanya 70 diantaranya yang mempunyai rencana kontingensi terhadap bencana penyakit sampai akhir 2017. Seperti difteri sampai sekarang belum bisa kita selesaikan, sudah kurang lebih 59 Kabupaten dan Kota yang melaporkan kasus baru. Artinya kita harus mengevaluasi bersama-sama bahwa early warning alert respons system yang ada kurang berjalan dengan baik.
“Early warning alert respons system akan berjalan dengan baik kalau kita mempunyai rencana kontingensi yang baik. Nah, saya meminta kepada UPT-UPT kami untuk bisa mendampingi bersama-sama dengan Kabupaten Kota dan Provinsi untuk bisa membuat rencana-rencana kontingensi. Mungkin bisa dari perspekstif bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan dari sarana dan prasarana baik itu laboratorium maupun sarana-saran dari kantor kesehatan yang lain,” imbuhnya.
Subuh juga menyarankan kepada Walikota Banjarbaru untuk menempel sertifikat eliminasi malaria di Bandara Syamsudin Noor.
“Banjarbaru sudah eliminasi penyakit malaria ya, pak? Coba kalau sudah, sertifikat eliminasinya ditempel di Bandara. Eliminasi itu perlu proses yang lama, 3 tahun harus dipantau terus baru dinyatakan lolos. Jadi, orang datang itu dengan rasa nyaman, wisatawan datang kesini mau investasi, it’s okay. Ada tanda tangan ibu menteri kan disitu, jangan hanya disimpan di ruangan walikota, banyak yang ngga ngeliat,” ucapnya sambil tersenyum.
Subuh juga menyarankan sertifikat itu dipajang atau dipamerkan di tempat-tempat umum seperti tempat perbelanjaan atau tempat-tempat wisata, sehingga masyarakat juga bisa mengawali dan menjaga jangan sampai terjadi kejadian-kejadian merebaknya penyakit seperti malaria. Prestasi-prestasi dalam bidang kesehatan ini harus berani kita akui.
“Saya katakan dua tahun yang lalu Indonesia menjadi daerah endemik demam berdarah, saya sampaikan kepada bapak walikota, bupati dan gubernur yang saya temui dan saya ingatkan jangan sampai lengah satu minggu pun. Satu tahun itu ada 52 minggu, setiap minggu kita jangan lengah harus dilakukan pemberantasan sarang nyamuk.
Begitu kita lengah dua kali saja dalam setahun maka ini akan merebak. Nah, sekarang ini kita akan mengambil keberhasilannya kalau kasus demam berdarah di seluruh Indonesia ada, tapi tidak sebanyak tahun kemarin dan ini saya nyatakan bahwa ini adalah suatu keberhasilan dari kita,” imbuhnya lagi.
Subuh juga mengapresiasi kegiatan ini karena apa gunanya yang kita kerjakan tapi tidak dapat tersosialisasikan maupun terdiseminasikan maka kegiatan-kegiatan ini akan menjadi semacam reference kita. Padahal kegiatan di BBTKLPP ini cukup banyak dan bisa kita implementasikan untuk perencanaan-perencanaan kita.
“Untuk surveillance penyakit saya kita BBTKLPP Banjarbaru ini sudah bisa bener-bener mengoptimalkan kinerjanya. Harapannya bisa optimal melayani masyarakat dan lintas sektor yang lain. Kebutuhan-kebutuhan analisis data harus bener-bener kita manfaatkan.
Nah, untuk bisa mencapai optimalisasi pekerjaan yang baik seperti itu diperlukan beberapa syarat, yaitu yang pertama bekerjalah secara profesional, tingkatkan terus kompetensi keilmuan anda dan menjaga etika budaya kerja anda. Kedua harus bersungguh-sungguh dalam menerapkan standar kompetensi tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang ada, juga kedisplinan serta benar-benar bisa menjaga segala hal yang tidak kita inginkan,” pungkasnya.(ana)