Sumpah Pemuda dan Pertandingan Sepakbola

Oleh: H. Pangeran Khairul Saleh (Caleg DPR RI Dapil Kalsel 1 dari PAN No Urut 1)

SEJAK peluit dibunyikan di menit-menit awal pertandingan antara kesebelasan nasional Indonesia U-19 melawan kesebelasan U-19 Jepang, komentator pertandingan berkali-kali menyebut Sumpah Pemuda dalam celotehnya. Dia berharap tuah Sumpah Pemuda dapat menyihir semangat Garuda Muda untuk memenangkan pertandingan hidup mati melawan kesebelasan Samurai Biru yang menentukan lolos tidaknya Indonesia ke piala dunia U-20 tahun depan.

Meski akhirnya Timnas Indonesia Muda harus mengakui keunggulan lawan, namun bukan berarti Tuah Sumpah Pemuda yang diasosiasikan oleh sang komentator pertandingan dapat menjadi penyemangat Garuda Muda sudah tidak ampuh lagi dalam menggelorakan semangat juang para pemudanya. Tidak seperti itu.

Saya melihatnya justru ini adalah momentum yang secara ajaib, terasa begitu pas dengan kondisi kekinian para pemuda dan aneka peristiwa yang membelitnya. Tidak jauh dari peristiwa sepak bola. Beberapa waktu yang lalu, terjadi insiden yang membuat siapapun akan mengurut dada.

Seorang pemuda, Suporter Persija Jakarta, Haringga Sirila, tewas dikeroyok suporter Persib Bandung di area parkir Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) menjelang laga Gojek Liga 1 bersama Bukalapak yang mempertemukan Maung Bandung kontra Macan Kemayoran, Minggu (23/9) sebulan silam.

Pertanyaan kritisnya, dimanakah menghilangnya semangat bertumpah darah satu tanah air Indonesia, ketika pangkuan Ibu Pertiwi malah ditumpahi darah pemudanya untuk tujuan yang sia-sia. Di manakah makna berbangsa satu bangsa Indonesia, ketika sesama anak bangsa saling bersengketa dan melenyapkan nyawa. Di manakah nilai berbahasa satu, bahasa Indonesia, ketika kesamaan bahasa justru digunakan untuk saling  mempersekusi dan mencela sesama kita?

Hanya karena berbeda pilihan, di tahun politik seperti saat ini kita saling mencela di sosial media. Cuma karena berbeda kaos, berbeda kesebelasan, kita saling berseteru, saling memburu, saling membunuh. Tidak ada belas kasihan lagi dan kehilangan respek, karena lenyapnya ikatan persamaan dan perasaan satu dalam berbangsa. Lupa kalau kita satu Bangsa.

Justru di sinilah momen kembalinya keampuhan Sumpah Pemuda. Tiga “jampi” sakti yang terbukti mampu mempersatukan bangsa Indonesia dan berbuah kemerdekaan setelah dijajah tiga setengah abad lamanya: “Berbangsa satu, bertanah air satu, berbahasa satu, Indonesia”. Di tengah gemuruh dukungan ribuan suporter Timnas di stadion Gelora Bung Karno untuk mendukung kesebelasan kesayangan mereka. Kesebelasan yang di dalamnya terhimpun 22 pemuda dari berbagai daerah di tanah air, sebagai pemain inti maupun cadangan yang berjuang membela nama baik bangsa di kancah persepakbolaan internasional.

Meski menang selalu menjadi tujuan dari setiap pertandingan, namun itu bukan muara satu-satunya. Khususnya untuk pertandingan tadi malam. Pertandingan yang mempertemukan antara timnas Indonesia Muda melawan tim raksasa Jepang di hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2018, menjadi momen kembalinya persatuan di kalangan Pemuda, sesama anak bangsa.

Di stadion yang sama, mereka (para suporter) bernyanyi serempak, menyenandungkan yel-yel dukungan untuk Timnas yang sedang berjuang. Meski akhirnya harus menelan kekalahan, namun ada pencapaian lain yang kita dapatkan saat itu: persatuan dan kekompakan. Selamat hari Sumpah Pemuda. Berkahlah Banua, jayalah Indonesia. (*)