Tak Berkategori  

SKT Dipersulit, FPI Tantang Pemerintah Jokowi Debat Soal Ideologi

JAKARTA, koranbanjar.net Menyusul pernyataan Presiden Jokowi yang tak akan memberi perpanjangan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) bagi FPI jika tak sesuai ideologi Pancasila, Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Slamet Maarif menantang pemerintah Jokowi berdebat mengenai ideologi Pancasila.

“Kalau pun dengan kami ada yang dianggap tidak sesuai, ajak kami bicara, dialog. Kalau perlu ayo dialog terbuka, ditayangkan oleh stasiun televisi nasional, ayo, supaya umat bisa paham betul,” kata Slamet di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Senin (5/82019) seperti dikutip dari cnn.indonesia.com.

Menurut Slamet, perlakuan pemerintah Jokowi kepada FPI mirip kasus HTI beberapa tahun lalu.

Kelompok yang dianggap berbeda, lanjut Slamet, selalu disudutkan tanpa diajak duduk bersama. Ia meminta pemerintah Jokowi mengakhiri kebiasaan ini. Sebab demokrasi menjamin orang untuk berbeda pendapat.

“Ini katanya negara demokrasi yang ‘keran’ mengeluarkan pendapat dan sebagainya dijamin UU, tidak ada penghalang dan lain sebagainya, ya duduk bersama sajalah,” tuturnya.

Slamet mengaku bingung saat FPI disebut ada kemungkinan tak sejalan dengan Pancasila. FPI, kata dia, sudah 21 tahun berdiri dan tak pernah dipermasalahkan soal ideologi.

FPI saat ini masih berusaha melengkapi syarat perpanjangan SKT di Kemendagri. Slamet berharap pemerintah tak mempersulit mereka.

“Kami yakin kalau pemerintah punya itikad baik untuk mengayomi seluruh anak bangsa, mengayomi ormas, seharusnya tidak masalah, tinggal tunggu saja,” ujarnya.

Izin FPI terdaftar dalam SKT 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014, dengan masa berlaku sejak 20 Juni 2014 sampai 20 Juni 2019.

FPI kemudian mengajukan permohonan perpanjangan SKT sebagai ormas kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, Kemendagri mengembalikan berkas permohonan FPI pada 11 Juli, lantaran baru 10 dari 20 syarat yang terpenuhi, diantaranya surat rekomendasi perpanjangan SKT dari Kemenag ke Kemendagri.

Slamet mengatakan Kemenag menyoroti kalimat khilafah nubuwah dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI.

“Yang justru lama itu di Kemenag, tapi kemarin sudah ada langkah untuk dialog, diskusi dengan kami, pasal yang masih dipersoalkan dan masih perlu penjelasan dari kami, yakni pasal 6 tentang penegakan khilafah nubuwwah,” kata Slamet.

Slamet menjelaskan khilafah nubuwwah yang dimaksud FPI adalah memperkuat kerja sama umat Islam antarnegara. Misalnya seperti menyatukan mata uang berbagai negara mayoritas Islam menjadi dinar.

Dia menyebut Kemenag kurang memahami soal khilafah sehingga memperlambat proses. Slamet bahkan merasa diperlambat oleh Kemenag.

Sementara, dikuti dari indonesiainside.id, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, mengatakan, pemerintah masih mengevaluasi sepak terjang FPI sehingga izin belum diperpanjang. Dengan cara itu, pemerintah bisa menilai apakah FPI layak mendapat perpanjangan izin atau tidak.

“Kenapa kita belum memberikan? Karena kita masih mendalami, dilakukan suatu evaluasi dari aktivitasnya selama dia (FPI) ada,” ujar Wiranto, Jumat (19/7/2019) lalu. (dra)