Sepinya penumpang menjadi tantangan berat bagi para sopir taksi antar kota di Kalimantan Selatan.
BANJAR, Koranbanjar.net – Salah satunya dialami oleh Pak Mu’in, seorang sopir taksi asal Barabai yang setiap hari melayani rute Barabai–Banjarmasin dan sebaliknya.
Ia mengaku semakin sulit mendapatkan penumpang, bahkan dalam beberapa hari terakhir nyaris tak ada orang yang menggunakan jasanya.
Saat ditemui di Jl. A. Yani Kilometer 7, Kecamatan Kertak Anyar—perbatasan antara Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar—Pak Mu’in mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi transportasi umum saat ini.
“Hari ini saya cuma dapat dua penumpang dari Barabai ke Banjarmasin. Padahal, biaya operasional perjalanan cukup besar, terutama untuk bahan bakar. Sekali jalan, minimal saya butuh Rp200.000 untuk BBM, sedangkan tarif per orang hanya sekitar Rp125.000 hingga Rp150.000. Itu pun kalau ada yang mau naik,” ujarnya dengan nada pasrah.
Tak hanya mengandalkan penumpang, Pak Mu’in terkadang mendapat sedikit tambahan penghasilan dari jasa titipan barang yang dikenakan tarif Rp50.000 hingga Rp75.000, tergantung ukuran dan tujuan. Namun, pemasukan dari jasa ini tetap belum cukup untuk menutupi biaya operasional harian.
Perubahan Tren Transportasi dan Dampaknya
Fenomena sepinya penumpang ini semakin dirasakan oleh para sopir taksi antar kota di Kalimantan Selatan. Beberapa faktor diduga menjadi penyebabnya, salah satunya adalah meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi di kalangan masyarakat.
Selain itu, kehadiran transportasi berbasis aplikasi yang lebih fleksibel dan harga yang lebih kompetitif juga ikut berkontribusi terhadap penurunan jumlah penumpang taksi konvensional.
“Dulu, taksi ini jadi pilihan utama buat orang yang mau ke Banjarmasin atau ke Hulu Sungai. Sekarang, banyak yang lebih memilih pakai mobil pribadi atau nebeng teman. Ada juga yang lebih suka naik travel atau ojek online, meskipun harganya tidak jauh beda,” kata Pak Mu’in.
Tren ini membuat banyak sopir taksi antar kota harus berpikir ulang untuk tetap bertahan di profesi ini. Tidak sedikit yang akhirnya beralih profesi atau mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Harapan di Tengah Ketidakpastian
Meskipun kondisi sulit, Pak Mu’in tetap berusaha optimis. Ia berharap, setidaknya dalam perjalanan pulang ke Barabai nanti, ada penumpang yang bisa membantunya menutupi biaya BBM.
“Saya berharap ada yang naik waktu balik nanti. Kalau kosong terus, ya berat juga. Tapi saya tetap bertahan, soalnya ini sudah pekerjaan saya sejak lama,” katanya dengan nada berharap.
Kondisi ini menjadi gambaran nyata bagaimana sektor transportasi konvensional semakin terdesak oleh perubahan zaman. Jika tidak ada solusi dan dukungan, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, taksi antar kota akan semakin berkurang, bahkan mungkin menghilang dari jalanan Kalimantan Selatan.
(srf/rth)