Selama ini, untuk mengantisipasi penyebaran virus corona, sekolah-sekolah diliburkan, para siswa atau pelajar “dirumahkan”. Lalu tindakan apa yang harus dilakukan para pendidik maupun orangtua pelajar, agar kualitas pendidikan tetap terjaga? Berikut anjuran atau saran pakar pendidikan asal Banua, Doktor Manajemen Pendidikan, Muhammad, MEd.
KALSEL, koranbanjar.net – Belakangan para orangtua, terutama para ibu tidak hanya disibukkan oleh pekerjaan rutin di rumah. Tugas para ibu sekarang bertambah, memberikan “les private” kepada anak-anak mereka. Berhubung sekolah-sekolah diliburkan untuk mencegah penyebaran virus corona terhadap para pelajar atau mahasiswa.
Mungkin, tidak sedikit para ibu yang mengeluh, karena harus menjadi guru di rumah, sementara mereka tidak semua memiliki latar belakang sebagai pendidik. Begitu repotnya mendidik, mengajari, sedangkan mereka tidak dilatarbelakangi keilmuan yang mumpuni.
Lalu bagaimana cara menjaga kualitas pendidikan terhadap anak-anak mereka? DR. Muhammad, Med, mengakui tingkat kesulitan yang dihadapi para orangtua ini. Namun semua itu, kembali kepada mental si anak dalam menyelesaikan tugas pendidikan di rumah. Ada yang menjalani dengan enjoy, namun adapula menjalani dengan berbagai tingkat kerumitan.
“Kalau saya menyarankan, para siswa tetap harus mendapatkan pendampingan secara khusus dari pendidik. Ini kan soal learning service. Selain didampingi para orangtua, mereka juga perlu mendapat pendampingan dari tenaga pengajar,” ungkapnya.
Berbeda dengan pelajar atau mahasiswa yang sudah terbiasa belajar mandiri. Keadaan ini tidak akan berpengaruh. “Saya punya dua anak yang kuliah di luar, sekarang mereka harus menjalani perkuliahan di rumah. Mereka belajar secara online, bahkan UTS secara online. Karena mereka sudah terbiasa belajar mandiri. Berbeda terhadap mereka yang belum terbiasa,” ucapnya.
Karena itu, jelas Muhammad, perlu adanya kelompok pendidik yang profesional, kemudian diminta memberikan pendidikan atau pendampingan privat ke rumah-rumah.
Terlebih, menurut Muhammad, kondisi “merumahkan” para pelajar, mahasiswa ini tidak dapat diprediksi sampai kapan akan berakhir. Artinya, perlu langkah-langkah kongkrit untuk meringankan beban para orangtua siswa dalam memberikan pendidikan. Apalagi secara otomatis, para guru yang notabene mendapat gaji dari pemerintah lebih banyak berada di rumah untuk memberikan pendidilan secara online.
Sedangkan daya tangkap atau pemahaman para orangtua siswa dalam menerima atau memahami mata pelajaran tidak sama. Belum lagi kendala secara teknologi, semisal adanya orangtua siswa yang tidak memiliki perangkat online atau (maaf) gagap terhadap teknologi. Itu akan merugikan para siswa yang tidak mampu. Hal inilah yang harus mendapat perhatian pemerintah.(sir)