Sejak Dulu Pangeran Mohammad Noor Pahlawan

Oleh: H. Pangeran Khairul Saleh
Caleg DPR RI Dapil Kalsel 1

NOVEMBER tidak saja menjadi momen penting dan bersejarah bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bagi keluarga besar kami, para zuriat Kesultanan Banjar. Menjelang peringatan hari Pahlawan 10 November 2018, tepatnya pada hari Kamis (8/11) kemarin, bapak, kakek, dan datuk tercinta kami akhirnya ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional. Sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 123/TK/TAHUN 2018 tanggal 6 November 2018 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.

Mengapa saya menggunakan diksi “akhirnya” di kata pembuka tulisan saya ini, bukan lantaran emosional atau sebab lainnya. Karena sejak dulu seharusnya Ir PM Noor yang memiliki jasa luar biasa terhadap kemerdekaan republik ini telah menyandang gelar kehormatan tersebut. Saya mengutip pernyataan Profesor Helius Sjamsuddin, beliau bahkan masuk kategori founding fathers jika merujuk pada risalah sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan; Dokuritu Zyunbi Tyoosakai) 10 Juli 1945.

Kala itu Ketua Sidang Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, sebelum acara sidang dimulai untuk membahas bentuk negara yang akan didirikan, terlebih dahulu ia memperkenalkan enam anggota baru sebagai tambahan pada 62 anggota yang sudah ada. Radjiman menyebut nama-nama dan menyilakan masing-masing berdiri di tempat sambil memperkenalkan diri. Di antara keenam anggota baru itu disebutkan namanya, Tuan Mohammad Noor. Sang Pangeran juga pernah mewakili “Borneo” dalam Volksraad antara tahun 1931-1939.

Dan salah satu andil Pangeran Mohammad Noor terhadap NKRI adalah menyokong bentuk negara kesatuan republik, bukan federal. PM Noor juga turut serta berjuang lewat jalur militer dalam upaya menggagalkan pembentukan negara Borneo oleh Van Mook di tahun-tahun berikutnya.

Pangeran Mohammad Noor juga dikenal sebagai pejuang yang berhasil mempersatukan pasukan pejuang kemerdekaan di Kalimantan ke dalam basis perjuangan yang diberi nama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan Hasan Basry (1945-1949).

Setelah tak lagi menjabat Gubernur Kalimantan, pada periode 24 Maret 1956-10 Juli 1959 Pangeran Mohammad Noor ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Pekerjaan Umum.

Saat dipercaya menjabat Menteri Pekerjaan Umum itulah, beliau mencanangkan sejumlah proyek besar, seperti Proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan dan Proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur.

Selain itu, Pangeran Mohammad Noor juga menggagas Proyek Pasang Surut di Kalimantan dan Sumatera. Beliau juga menggagas Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Barito yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Riam Kanan dan Pengerukan Muara/Ambang Sungai Barito yang dilaksanakan pada akhir tahun 1970.

Terharu ketika mengingat pesan beliau di saat hari-hari terakhir masa hidupnya, dia berkata “Teruskan…Gawi kita balum tuntung…!” atau “Teruskan, kerja kita belum selesai…!” Begitu cintanya cicit dari Ratu Anom Mangkoeboemi Kentjana bin Sultan Adam ini terhadap Indonesia dan banua kita pada khususnya.

Tentu saja tidak ada kata terlambat untuk niat baik dan sebuah penghargaan. Kami keluarga besar Kesultanan Banjar pun tetap memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah pusat, yang telah menempatkan tokoh Kalsel, kebanggaan urang banua di tempat yang layak, sebagai seorang pahlawan nasional. Yang memiliki jasa dan pengorbanan yang luar biasa terhadap kemerdekaan Indonesia. (*)