PUSTU JARANG BUKA, WARGA TERPAKSA….

CERBON – Warga desa Sawahan kecamatan Cerbon, kabupaten Barito Kuala, khususnya warga RT 6, 7, 8, dan 9 mengeluhkan pelayanan kesehatan Puskemas Pembantu (Pustu) yang berada di RT 6 Desa Sawahan, Jumat (20/10).

Pasalnya, Pustu yang berada di pemukiman warga transmigrasi itu, beberapa bulan terakhir, tak ada petugas. Sehingga membuat banyak warga yang sebelumnya ingin berobat di Pustu tersebut, terpaksa berobat ke Puskesdes Sawahan yang berjarak lebih dari 6 km dari Pustu Sawahan.

Tak hanya sampai di situ, bangunan Pustu yang memang sudah selayaknya membutuhkan perbaikan serta perhatian dari pemerintah setempat itu pun tak luput dari keluhan warga.

Berdasarkan pengamatan wartawan Koran Banjar, bangunan Pustu yang terdiri dari dua ruangan satu atap itu mempunyai titian yang sudah lapuk, bahkan ada beberapa kayu titian yang sudah patah termakan usia sehingga mengharuskan setiap orang berhati-hati berjalan di atasnya, jika tidak ingin jatuh. Selain itu beberapa bagian lantai terasnya yang sudah lepas serta kotor pada seluruh bagian kaca jendela.

Pustu itu juga ketiadaan beberapa fasilitas seperti listrik, air bersih, serta wc yang sudah rusak pun ikut melengkapi parahnya kondisi bangunan Pustu Sawahan yang tidak terawat itu.

Sekitar bulan September kemarin, ada 2  ibu dari warga desa Sawahan yang melahirkan secara sembunyi-sembunyi dengan bidan kampung tanpa terdata dan tanpa diketahui petugas Pustu.

Menurut Warga RT 6 ray 12 Desa Sawahan, Anying Anton, Pustu tersebut biasanya buka dari pukul 08.00 hingga pukul 12.00 siang dan tidak buka setiap hari. “Kalau buka, biasanya dari sekitar pukul 08.00 pagi sampai pukul 12.00 siang saja. Itu pun tak menentu. Kadang-kadang bisa tutup lebih cepat dari itu. Bahkan yang lebih mengecewakan lagi, ada yang sampai tidak buka sama sekali seharian, dan itu sering,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan satu warga lainnya, warga lebih sering terpaksa harus pergi ke Puskesdes untuk berobat.

“Ya benar, Pustu itu tidak buka setiap hari. Apabila saya sedang sakit yang memerlukan obat dan Pustu di situ lagi tutup, ya terpaksa saya pergi ke Puskesdes yang jaraknya lumayan memakan waktu. Sudah dalam beberapa bulan terakhir ini Pustu di situ tidak buka setiap hari. Tepatnya berapa bulan saya sudah lupa,” ungkapnya.

Menanggapi masalah warganya tersebut, Kepala Desa Sawahan, Jambran, menceritakan secara panjang lebar terkait Pustu tak terawat yang menjadi keluhan warganya itu. Menurutnya, Pustu yang pada awalnya merupakan bangunan dari dinas transmigrasi provinsi pada 2007 silam itu sebelumnya sempat sangat aktif, namun sekarang dalam beberapa bulan ini tidak begitu aktif lagi.

Jambran juga membenarkan adanya keluhan-keluhan miring dari warganya yang berharap Pustu tersebut buka setiap hari serta bangunannya segera diperbaiki.

Kepala Desa yang tengah dalam periode ketiganya itu menuturkan ada beberapa alasan dari petugas Pustu yang menjadi penyebab mengapa Pustu desa Sawahan jarang ada petugasnya.

Menurutnya, penyebab pertamanya adalah bidan Mila yang ditugaskan di Pustu itu sudah dalam beberapa bulan ini sedang mengalami sakit parah. “Penyebab pertama yang warga harusnya tahu, saat ini kondisi bidan Mila sedang dalam sakit parah yang lebih banyak darah putihnya daripada darah merahnya.

Sampai sekarang pun Mila masih sering keluar masuk rumah sakit. Bahkan sebelumnya ia sempat lama sekali terlihat tidak bertugas karena tertahan di rumah sakit. Padahal dulu selagi ia sehat, ia termasuk bidan desa yang aktif dalam tugasnya,” katanya.

Kemudian Jambran melanjutkan, kondisi Mila yang tidak sehat itu ditambah lagi dengan tugas Mila yang merangkap di beberapa tempat. “Selain bertugas di Pustu, bidan Mila juga merangkap tugas di Puskesdes Sawahan dan kegiatan-kegiatan rutin bulanan Posyandu di beberapa RT di desa Sawahan ini,” pungkasnya.

Jambran menambahkan, selain bidan Mila, ada lagi satu perawat yang ditugaskan pada Pustu itu. Namun menurut Jambran, perawat di situ pun tugasnya juga merangkap-rangkap dan masih belum senior. Sehingga masih belum menguasai tentang seluk beluk desa dan karakter warga serta membutuhkan bimbingan bidan Mila yang lebih senior untuk memperlancar tugasnya.

“Saya dapat memahami terkait keluhan warga mengenai Pustu Sawahan di situ yang menilai bidan desanya seakan tidak mengayomi masyarakat. Apalagi sekitar bulan September kemarin ada kejadian yang dikeluhkan ibu bidan kepada saya bahwa di desa Sawahan pada Pustu tempat ia bertugas ada dua orang warga melahirkan secara sembunyi-sembunyi dan ditolong bidan kampung tanpa sepengetahuan bidan desa.

Saya kaget sekali mendengar ceritanya. Kejadian itu baru diketahui oleh pihak bidan desa setelah di kemudian hari, warga yang bersangkutan tiba-tiba datang ke bidan desa meminta untuk minta potongkan tali pusar si bayi. Walaupun seperti itu kejadiannya, namun sebaiknya warga dapat mempertimbangkan juga keadaan bidan Mila yang tengah sakit. Ditambah lagi ia banyak tugas di lain tempat,” tuturnya.

Sementara mengenai bangunan Pustu yang selayaknya memerlukan perbaikan dan penambahan fasilitas dari dinas terkait, Jambran membeberkan, semestinya memang itu menjadi tanggung jawab dari dinas kesehatan kabupaten.

Namun sejauh ini Jambran mengatakan mengenai anggaran pengelelolaan bangunan Pustu dibebankan langsung ke pihak pemerintah desa. “Tahun kemarin sempat kami anggarkan dana tiga juta rupiah untuk memperbaiki titian Pustu, tetapi setelah itu desa kami kena pemotongan anggaran senilai dua puluh delapan juta koma sekian rupiah. Dan pemotongan itu termasuk anggaran untuk perbaikan titian Pustu itu. Hasilnya, perbaikan titian Pustu Sawahan menjadi tertunda hingga sekarang,” bebernya.

Saat ditanya kenapa anggaran pengelolaan Pustu di desa Sawahan langsung dibebankan ke pemerintah desa, kepala desa Sawahan periode tahun 2015/2021 itu menjawab tidak tahu.

Jambran mengungkapkan, dari awal tahun pembangunannya oleh dinas transmigrasi provinsi pada tahun 2007, lalu diserahkan ke pemerintah daerah Batola, dan terakhir diserahkan ke desa, hingga kini dinas kesehatan kabupaten tidak pernah sama sekali memperbaiki Pustu itu.

“Justru pengelolaan bangunan Pustu, anggaranya dibebankan ke pihak pemerintah desa. Mungkin ini dikarenakan gaungnya keluar banyak yang menilai desa sudah enak. Anggarannya banyak, satu miliar. Padahal seribu rupiah pun anggaran desa yang dikeluarkan, harus ada laporan pertanggun jawabannya. Kita tidak bisa macam-macam,” ungkapnya.

Dalam mencermati permasalahan bangunan Pustu di desa Sawahan yang sudah seharusnya diperbaiki itu, Jambran menegaskan, bagaimana pun Pustu itu harus tetap ada mengingat pentingnya peran Pustu untuk melayani kesehatan warga desa.

“Oleh karena itu, saya berharap kepada pihak dinas kesehatan terkait agar dapat melihat langsung kondisi Pustu yang sebagaimana adanya di situ, serta dapat mengulurkan bantuannya kepada kami untuk perbaikan bangunan Pustu sebagaimanamestinya. Karena kalau kita berharap hanya dari dana desa saja, peluangnya kecil. Harus bertahap, tidak bisa sekaligus. Karena dana desa sudah ada pos-posnya,” harapnya.

Sementara bidan Mila yang bertugas di Pustu tersebut, ketika dikonfirmasi lewat pesan whatsapp, membenarkan penyebab Pustunya menjadi kurang aktif dikarenakan ia merangkap tugas di luar Pustu.

“Di luar Pustu, saya ada kegiatan Posyandu empat kali dalam sebulan di empat titik Posyandu. Ada juga kegiatan Puskesmas Keliling (Pusling) dan Posyandu Lansia. Kadang ada rapat serta pertemuan yang harus saya hadiri. Selain itu saya sebagai bidan desa juga harus melayani pasien di Puskesdes serta melayani persalinan. Kadang juga sering saya melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga seperi kunjungan nifas dan neonatal,” ujarnya.

Bidan berusia 33 tahun itu menceritakan, sebenarnya selain dirinya yang bertugas sebagai bidan desa pada Pustu desa Sawahan tersebut, ada lagi dua orang perawat sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang ditugaskan mendampingi dirinya di Pustu itu.

Tetapi Mila menerangkan, Surat Keputusan (SK) dari dua orang perawat itu mencakup untuk tiga desa, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya harus menggilir tiga desa itu.

Sedangkan mengenai alasan kesehatan yang menjadi penyebab utama kurangnya kehadiran bidan Mila di Pustunya, Mila mengakui hal itu benar adanya. “Ya benar, saya sedang sakit. Saya mengalami autoimun RA. Itu adalah sistem imun yang bisa menghancurkan persendian. Dan sampai sekarang saya masih harus sering kontrol ke rumah sakit ulin Banjarmasin,” ujarnya.

Mila menyampaikan, supaya masyarakat tetap terlayani setiap harinya di Pustu itu, maka ia mengharapkan agar kiranya nanti ada perawat yang memang benar-benar SK-nya ditugaskan di Pustu desa Sawahan sehingga Pustu bisa setiap hari dapat difungsikan.

Selain itu, bidan desa yang sudah bertugas sekitar tiga tahun ini di Pustu desa Sawahan itu mengharapkan agar bangunan Pustu secepatnya dapat diperbaiki sebagaimanamestinya, serta pengadaan fasilitas Pustu seperti listrik, sarana air bersih dan perbaikan wc dapat secepatnya dilakukan. (dny)