Religi  

Polemik Jalan Nasional Marabahan – Margasari, BPJN XI Sebut Hibah

Tuntutan ganti rugi warga terhadap ruas jalan Marabahan – Margasari kepada Pemerintah Daerah setempat khususnya Pemerintah Provinsi menjadi polemik.

BANJARMASIN, koranbanjar.net –
Menanggapi hal itu, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional(BPJN) XI melalui Sub Bagian Barang Milik Negara, Nirwansyah kepada koranbanjar.net, mengatakan jalan tersebut statusnya sudah hibah sejak tahun 2007 dari kabupaten ke provinsi.

“Berdasarkan hibah jalan ini ke provinsi atas usulan Kabupaten Kota ke pusat melalui Musrembang,” ujar Nirwansyah
saat ditemui di kantor BPJN XI, Jalan Hasan Basri Kayu Tangi Banjarmasin, Senin (6/7/2020).

Lebih lanjut Ia menjelaskan, karena daerah kekurangan dana untuk membangun jalan strategis nasional itu sehingga diserahkan ke pusat untuk ditangani oleh provinsi, namun syaratnya harus dihibahkan.

“Maka diusulkanlah jalan Marabahan – Margasari ke pusat, terus jalan itu sudah jadi jalan provinsi,” ungkapnya.

Untuk pembebasan lahannya kala itu terbagi dua kewenangan, untuk wilayah Margasari kewenangan Kabupaten Tapin, untuk Marabahan kewenangan di Kabupaten Batola, kemudian diserahkanlah ke provinsi.

Lalu dari provinsi diserahkan lagi ke nasional, sebab kekurangan dana untuk meneruskan pembangunan jalan ini, dimana sempat beberapa tahun di tangani provinsi dengan biaya APBD.

“Selama memulai proyek jalan itu tidak ada gugatan dari masyarakat,” katanya.

Kemudian 2015 diusulkan ke pusat oleh daerah yakni pada masa Gubernur Rudi Arifin melalui Bappeda provinsi untuk menjadi jalan nasional.

Sehabis itu terbitlah Surat Keputusan(SK) dari Kementerian PUPR pada tahun 2015 bahwa jalan Marabahan – Margasari menjadi aset nasional.

“Sambil jalan dan terus berproses hingga tahun 2018, hibah dari Pemprov ke BPJN XI selesai,” sebutnya.

Nirwansyah mengklaim saat proses hibah berjalan, tidak ada keberatan dari warga, karena dalam hibah itu termuat pernyataan dari Sekda(Pemprov) bahwa lahan ini milik provinsi dan sudah clear tidak ada gugatan dan tidak ada permasalahan, tuturnya membunyikan pernyataan Sekda.

Ketika media ini menanyakan surat hibah itu Nirwan tidak dapat menunjukkannya, hanya mengatakan dokumennya ada sedang disimpan.

Dengan berdalih kalau lahan itu tidak clear atau bermasalah, tidak mungkin terjadi hibah pada jalan yang menjadi akses lintas transportasi angkutan perusahan batubara itu.

“Makanya waktu proses hibah berjalan, tidak ada komplain dari masyarakat,” akunya.

Seiring waktu, jalan itu sudah mulus dikerjakan APBN, diantara itu ada jalan persimpangan milik PT Hasnur kemudian membikin Jembatan Overpass, pengerjaannya juga diserahkan ke Balai.

Pada saat dikerjakan, PT Hasnur minta dibikinkan jalan samping, menurut informasi lahan itu milik warga bernama H.Syahrani atau yang dikenal Pembakal Isah dan PT Hasnur membayar dengan sistem sewa.

“Kita tidak mau tau, soal mereka membayar dengan Pembakal Isah, itu urusan Hasnur, sedangkan jalan punya kita kan sudah ada lebih dulu,” cetusnya.

Ternyata setelah Jembatan Overpass itu selesai, dan jalan sudah diaspal, lalu tiba-tiba muncul gugatan dari pihak Pembakal Isah.

Itu pun sebut Nirwan, gugatanya berdasarkan alashak yang tidak kuat yakni berupa surat pernyataan bahwa mereka memiliki tanah di situ namun tertulis hak adat.

Logikanya, Nirwan mengurai, kalau hak adat artinya milik adat, bukan milik perorangan dan mereka membuat surat itu pada tahun 2013, sedangkan proses hibah dimulai dari 2007, disana ada tandatangan camat yang baru.

“Dari situ sudah janggal isi suratnya, jadi kalaupun digugat, saya yakin mereka pasti kalah,” tandasnya.(yon)

Catatan: Segera terbit berita penjelasan PUPR Kalsel yang bertolak belakang dengan pernyataan BPJN XI