Tak Berkategori  

Persepsi Salah Tentang Bukti Dan Alat Bukti Karya Seorang Jaksa Di Penghujung Masa Tugasnya

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Menjelang berakhir masa tugasnya sebagai Jaksa Fungsional pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, dari balik meja, Arief Basuki mengisi sisa waktunya untuk menulis buku.

Buku yang berisi tentang tugas pokok dan fungsi Kejaksaan ini sudah pernah ia tulis sejak bertugas di Kejaksaan Tinggi Maluku, Ambon.

Diantara karya tulisnya yang sudah rampung ia tulis adalah, Ternyata Penyidik Pembantu Kepolisian Negara Republik Indonesia Mempunyai Kewenangan Terbatas.Sisi Lemah Hasil Penyidikan Penyidik BNN.Kemudian Menggugat Perma No 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

Selanjutnya, Salah Kaprah Dalam Penyitaan Aset-Aset Milik Negara/Daerah Pada Penanganan Tindak Pidana.

Ada lagi tentang Peraturan Perundang-Undangan Hukum Pidana Formil Yang Banyak Tersebar Di luar KUHAP tidak mengenal dan tidak memberi kewenangan kepada penyidik pembantu dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana umum tertentu.

Lima buku tersebut sudah rampung ia tulis, tidak berhenti sampai disitu, di masa-masa akhir tugasnya saat ini, kembali ia tuangkan karya tulisnya dengan menciptakan 4 buku baru tentang hukum.

Antara lain berjudul, Bukti Tidak Sama Dengan Alat Bukti, Penyidik Sebagai Eksekutor Terbatas, Opini Sesat Penyidik KPK Tidak Dapat Menghentikan Penyidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi, dana Eksistensi Hukum Pidana Materil.

Kepada koranbanjar.net, Sabtu (16/11/2019) pukul 10.00 WITA, di Banjarmasin. Jaksa dengan pangkat bintang satu ini, menuturkan perihal mengapa ia menulis buku-buku tersebut.

Menurutnya hanya ingin semua kembali pada yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang 1945.

“Jadi kita betul-betul menjalankan sesuai yang diamanatkan Undang-Undang aja, teori dan praktek harus sama, tidak boleh ada yang melenceng,” terangnya.

Jurnalis media ini mencoba menggali sedikit lebih dalam tentang salah satu karyanya yang berjudul “Bukti Tidak Sama Dengan Alat Bukti”.

Ketika ditanya hal apa yang mendasari sehingga tercetus judul yang dianggap menarik pada salah satu beberapa buku karyanya.

“Kita kan sering mendengar ketika jaksa, polisi atau yang lainya berkata jika kami ingin menetapkan seseorang menjadi tersangka cukup dengan dua alat bukti, padahal alat bukti diperoleh di persidangan pengadilan, kalau di tingkat penyidikan, itu baru bukti bukan alat bukti,” terangnya.

Lebih jauh ia menjelaskan, kegiatan penyidikan itu apa? Adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang berkenaan adanya laporan pengaduan tentang sesuatu tindak pidana.

Untuk apa ? Yakni untuk membuat terang suatu perkara, kemudian menentukan siapa tersangkanya, itulah yang namanya bukti.

“Jadi antara bukti dan alat bukti dari segi peruntukan dan perolehanny berbeda, kalau bukti diperoleh di penyidikan, kalau alat bukti diperoleh di persidangan,” tegasnya.

Ketika ditanya, apakah dirinya optimis, buku yang ia ciptakan dapat merubah pola pikir yang selama ini ia anggap keliru terkait buku yang berjudul “Bukti Tidak Sama Dengan Alat Bukti”

“Insya Allah saya selalu optimis, walaupun untuk merubah suatu mindset itu sangat sulit karena sudah mengakar, dan ini memang perlu waktu,” ucapnya dengan yakin.

M.Arif Basuki lahir di Kota Banjarmasin, latar belakang pendidikannya adalah Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Unlam Banjarmasin tahun 1986, Sarjana Administrasi Negara dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Uniska Banjarmasin tahun 1997.

Kemudian, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bina Banua Banjarmasin tahun 2002-2003 per mata kuliah.

Memulai pengabdian di lingkungan institusi Kejaksaan Republik Indonesia pada tahun 1984, dengan penugasan-penugasan sebagai berikut, sebagai staf pada bidang Tindak Pidana Khusus, kemudian staf di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Banjarmasin mulai 3 Januari 1985 hingga Oktober 1988.

Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa angkata ke II 1988-1989 dan diangkat sebagai Jaksa Fungsional, Penuntut Umum, dan merangkap Jaksa Ekonomi pada tanggal 23 Maret 1989, hingga beberapa Kejari daerah lainnya ia sudah jalani.

Terakhir pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, mulai bertugas sebagai Jaksa Fungsional Bidang Tindak Pidana Umum(Pidum) sejak Januari 2016 hingga berakhir nanti pada 1 Desember 2019.

Dalam penugasannya sebagai Jaksa Fungsional pada bidang Pidum adalah menangani perkara tindak pidana pada pemilihan umum pada Sentra Gakkumdu Provinsi Kalimantan Selatan(2017-2019).

Terhitung mulai 1 Desember 2019, memasuki masa purna tugas dengan mendapatkan penganugerahan kenaikan pangkat pengabdian menjadi Jaksa Utama Madya.(yon)