Penyalahgunaan BDT bisa Diancam Kurungan 2 tahun atau Denda 50 Juta

BANJARMASIN,KORANBANJAR.NET Jika dalam Penanganan Fakir Miskin (PFM) terdapat data yang tidak sesuai di masyarakat atau dengan sengaja menyalahgunakan Basis Data Terpadu (BDT), maka dapat disanksi dengan hukuman denda uang sejumlah 50 juta rupiah atau hukuman kurungan selama 2 tahun.

Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala Bidang Pengolahan Data Kesejahteraan Sosial Kemensos Jakarta, Yeti Wulandari dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS NG) untuk 13 Kabupaten/Kota yang ada di Kalsel di Hotel Palm Banjarmasin, Senin (7/5) kemarin.

“Dalam Undang-Undang No 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin itu sudah ada tercantum mengenai penyalahgunaan data, yang mana punishment atau hukumannya adalah denda 50 juta rupiah denda atau hukuman kurungan badan selama 2 tahun,” ujar Yeti Wulandari kepada koranbanjar.net.

Hanya saja, menurut Yeti, saat ini Kemensos belum membuat peraturan pelaksanaan di bawahnya. Hal ini dikarenakan keterbatasan SDM dan anggaran yang ada di pusat.

Untuk itu dia berharap, dengan SIKS NG yang telah dimutakhirkan oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos serta berdasarkan Permensos No 28/2017 tentang mekanisme verifikasi dan validasi data terpadu, bisa menjadi alat pemerintah daerah untuk memverifikasi dan melakukan validasi data terpadu fakir miskin dan orang tidak mampu di daerahnya masing-masing.

“Kedepannya data terpadu menjadi lebih valid dan termutakhirkan, sehingga ujungnya adalah ketepatan sasaran bantuan sosial baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sendiri,” terangnya.

Kinerja Pendamping PFM belum Maksimal

Terkait kinerja para pendamping PFM atau Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS) Kecamatan yang ada di Provinsi Kalsel, Yeti menilai itu belum maksimal, karena menurutnya, hal itu disebabkan faktor upah dimana untuk upah atau honor TKS Kecamatan hanya berdasarkan tali kasih atau ala kadarnya saja. Namun, ia menegaskan persoalan tenaga pendamping PFM ini perlu diatur kembali agar pada saat melakukan verifikasi data di lapangan bisa jelas.

“Menurut saya TSKS atau Tenaga Pendamping ini harus diatur dan ditata ulang, sehingga jika ada data yang masuk ke kita itu harus jelas dan pendampingnya dari siapa,” ucapnya.

Yeti menegaskan, jika ada kesalahan data atau data yang dibuat tidak benar, maka akan ditelusuri siapa pendamping yang memasukan data tersebut. “Akan kita telusuri siapa yang memasukan dan mengentri datanya,” tegas Yeti.

Diakhir wawancara Yeti sempat menghimbau, untuk para TKS atau para Pendamping PFM agar tidak terlibat keberpihakan pada partai. “Para tenaga pendamping kesejahteraan sosial harus bersikap independen ” pungkasnya . (leo/dny)