Rencana pemanggilan Bupati Banjar H Saidi Mansyur oleh Panitia Angket DPRD Kabupaten Banjar terkait Kepala Dinas P3AP2KB yang menuai pro dan kontra ditanggapi oleh Pengamat Politik, Muhammad Rosyid Ridho, Sabtu (3/8/2024).
BANJAR, koranbanjar.net – Akademisi dari Uniska Banjarmasin yang juga pengamat politik dan pemerintahan ini menilai ada kekeliruan atau kurang tepat terhadap pemanggilan tersebut.
Ia menyatakan, di dalam pasal 159 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah disebutkan, hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis.
Serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, Daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, pasal 171 ayat (1) disebutkan Panitia angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (2), dalam melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (3), dapat memanggil pejabat Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan hukum.
Atau warga masyarakat di Daerah kabupaten/kota yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan dan untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.
“Nah, kalau dilihat dasar hukum kewenangan panitia angket terutama pada pasal 171 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, melakukan pemanggilan hanya terbatas kepada pejabat pemerintah daerah, badan hukum dan warga masyarakat di daerah,” terang dia.
Sehingga, sambung dia, sangat keliru kalau memanggil kepala daerah dalam rapat Panitia Angket. Sedangkan Panitia Angket harusnya bisa mengidentifikasi siapa yang dimaksud sebagai pejabat pemerintah daerah, apakah termasuk pula kepala daerah.
Untuk bisa mengidentifikasi siapa yang dimaksud dengan pejabat pemerintah daerah, kita harus melihat lebih dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan.
“Di sana sudah jelas dibedakan antara pejabat negara dengan pejabat pemerintahan,” kata Dosen Fakultas Hukum Uniska Banjarmasin tersebut.
Dengan demikian, bupati dan wakil bupati dapat dikatakan adalah pejabat negara, bukan pejabat pemerintahan. Hal ini menurut Rosyid secara tegas dimuat dalam Pasal 58 huruf m Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Oleh karena itu, pemanggilan terhadap Kepala Daerah dalam rapat Panitia Angket menurut Rosyid adalah keliru atau kurang tepat.
“Karena di luar kewenangan Panitia Angket sebagaimana yang diatur dalam pasal 171 Undang-Undang 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah,” katanya.
Permintaan klarifikasi oleh institusi DPRD kepada kepala daerah dapat dilakukan yakni dalam Rapat Paripurna, bukan dalam rapat di luar Paripurna.
Hal di atas sudah diatur pada pasal 159 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk meminta keterangan kepada bupati/wali kota mengenai kebijakan Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kemudian ada lagi perihal permintaan pendampingan terhadap panitia angket DPRD Kabupaten Banjar kepada Kodim 1006 Banjar juga kurang tepat.
“Dalam hal ini tidak ada kaitan hukumnya dengan Kodim 1006 Banjar, Untuk pendampingan yang ada diatur oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah adalah pihak kepolisian,” ungkap dia.
Belakangan malah terbongkar jika judul pansus hak angket adalah reaksi sikap Kepala Dinas Sosial P3AP2KB Kabupaten Banjar yang sempat walk out dalam rapat di dewan beberapa waktu lalu.
“Jika terbukti langkah panitia angket ini mengambang, maka oknum dewan sudah tidak sesuai dengan amanat pembentukan panitia itu sendiri,” katanya. (dya)