Tak Berkategori  

Pembatasan Solar Dari PBH Migas Dianggap Hiswana Beratkan Sopir

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Himpunan Wirasawasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Kalsel, menganggap aturan pembatasan pengisian bio solar bersubisidi dari Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas memberatkan para sopir truk angkutan.

Aturan pembatasan pengisian solar itu disampaikan BPH Migas melalui surat edaran bernomor 3865.E/KA BPH/ 2019. Surat ditujukan kepada Direktur Utama PT Pertamina, tertanggal 29 Juli 2019.

Ketua Hiswana Migas Kalsel, Saibani, usai menggelar rapat koordinasi dengan seluruh pemilik SPBU se-Kalsel di kantor Hiswana Migas, Jalan Belitung Darat, Banjarmasin, Selasa (17/9/2019), mengatakan kepada koranbanjar.net, aturan pembatasan pengisian solar dari BPH Migas Pusat Jakarta tidak sesuai dengan kebutuhan kendaraan angkutan.

Dalam aturan tersebut, dijelaskannya, truk angkutan hanya boleh mengisi 30 liter solar per hari. Sedangkan untuk kendaraan angkutan roda 6 hanya diperbolehkan mengisi 60 liter solar per hari.

“Menurut pendapat kawan-kawan yang bergerak di bidang angkutan, dalam hal ini Organda (Organisasi Angkutan Darat), batasan jumlah itu sama sekali tidak cukup, karena jarak tempuh mereka cukup jauh, bukan hanya di wilayah Kalsel,” jelasnya.

Melihat hal itu, Hiswana Migas Kalsel merasa sulit melaksanakan aturan pembatasan tersebut. Sementara SPBU tidak mungkin menghentikan pelayanannya terhadap publik.

“Kita bersama kawan-kawan SPBU melihat ini merupakan dilema. Kita layani lebih dari batasan yang ditentukan maka dianggap melanggar aturan. Kita terapkan aturan, maka konsekuensinya bisa terjadi masalah pada anggota kami,” katanya.

Di tempat yang sama, Konsultan Hukum Hiswana Migas Kalsel, Muhammad Maulidan menilai, aturan dari BPH Migas perlu pengkajian ulang.

Menurutnya, sebelum aturan diterapkan, seharusnya perlu diketahui dulu konsekuensi apa yang akan timbul di lapangan.

“Semestinya harus dikaji dulu apa-apa yang akan terjadi nanti apabila aturan dalam surat edaran itu diberlakukan. Jangan langsung diterbitkan,” ujarnya.

Dia meyakini jika aturan pembatasan pengisian bio solar tetap diberlakukan, maka akan ada benturan antara pelaku usaha SPBU dengan sopir angkutan.

Maulidan mengatakan Hiswana Kalsel akan mengirim surat kepada Gubernur Kalsel untuk meminta audiensi. Tujuannya, agar dapat menyampaikan aspirasi mereka berdasaran beberapa pertimbangan dan faktor yang akan terjadi di lapangan.

“Jadi untuk saat ini kami bersama pengusaha SPBU se-Kalsel sepakat belum bisa  melaksanakan aturan dari dalam surat edaran itu,” tegasnya.

Dilansir dari tirto.id, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, Rabu (21/8/2019), mengatakan pembatasan pengisian solar semata-mata untuk menyikapi adanya kelebihan kuota penyaluran yang terjadi per semester 1 tahun 2019. Sebab, sampai Juli 2019 sudah mencapai 9,04 juta kilo liter (kl), atau setara dengan 62 persen dari totalnya.

Dengan demikian, hingga akhir tahun ada potensi kelebihan kuota 0,8 sampai 1,4 juta kl dari jumlah 14,5 juta kl sesuai APBN 2019.

Fanshurullah memastikan pembatasan itu tidak melanggar aturan apapun, termasuk Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

“Ini bukan kelangkaan, tapi upaya antisipasi agar jangan sampai (kelanggkaan) terjadi,” ucapnya. (yon/dny)