MARTAPURA, KORANBANJAR.NET – Optimasi lahan rawa lebak untuk meningkatkan swasembada pangan, khususnya di Kabupaten Banjar, ternyata masih mendapat kendala. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Kabupaten Banjar, H Muhammad Fachry, saat Sosialisasi Optimasi Rawa Lebak di Gedung Mahligai Sultan Adam, Martapura, Kabupaten Banjar, Rabu (11/4).
Pasalnya, selain terkait dengan anggaran yang terbatas, pihaknya juga akan menghadapi permasalahan sosial, mengingat tidak semua pemilik lahan atau lokasi yang berada di area itu sebagai petani.
“Kita masih mencari tahu bagaimana tanggapan masyarakat. Kebetulan sawahnya atau lokasinya terkena kegiatan tersebut. Seperti yang kita ketahui, tidak semua pemilik lahan di proyek program sebagai petani, bahkan ada juga bukan penduduk setempat,” ujarnya kepada koranbanjar.net, Rabu (11/4).
Menurut identifikasi awal, beberapa lahan yang sangat berpotensi tersebut diantaranya, Kecamatan Martapura, Kecamatan Martapura Timur dan Kecamatan Martapura Barat, yang mempuanyai luas area lahan sekitar 500 hektar dari tujuh desa.
“Memang berat ketika harus berhadapan langsung dengan masyarkat setempat. Akan tetapi Bupati Banjar, KH Khalilurrahman sudah menekankan kepada masyarakat untuk harus mendukung, karena semua ini untuk kepentingan masyarakat,” ucap Fachry.
Lahan yang ditargetkan menjadi optimasi lahan rawa lebak yang berada di 3 Kecamatan tersebut sangat berpotensi untuk meningkatkan swasembada pangan, khususnya diwilayah Kabupaten Banjar. Oleh karena itu pihak DTPH akan benar-benar serius menangani kendala tersebut.
“Namun nantinya tetap akan dilakukan Sistem Informasi Debiur (SID), sebab untuk memenuhi persyaratan yang telah disepakati, minimal 1 unit lahan harus memiliki luas area sekitar 100 hektar. Kalau tidak samapi 100 hektar luas 1 unit lahan tersebut, maka akan kita keluarkan dari daftar program optimasi,” terangnya.
Kemudian terkait dengan keterbatasan anggran yang tersedia, mereka akan lebih memprioritaskan untuk optimasi lahan rawa lebak kategori lebak dangkal yang memiliki luas area minimal 100 hektar. Adapun kategori lebak tengahan dan lebak dalam akan dikeluarkan untuk efesiensi dana. Selanjutnya terkait alih fungsi bangunan yang masih menjadi tanda tanya, ia menjawab nanti akan dibahas diperubahan RT dan RW.
“Kan memang yang namanya polder (sebidang tanah yang rendah) di 3 Kecamatan tersebut, khusunya di Desa Pasayangan, itu yang namanya polder memang dikhususkan untuk pertanian,” tuturnya.
Dia juga menambahkan, terkait alih fungsi bangunan tetap akan dipertimbangkan, mengingat terkait peraturan berapa meter dari jalan harus dikeluarkan. “ Kan tidak mungkin yang sudah ada rumah kita klaim sebagai sawah,” tandasnya.
“Jadi nanti pada saat perubahan RT dan RW akan kita sepakati berapa meter harus dikeluarkan, jadi tidak mengganggu. Yang jelas nanti harus ditetapkan, nanti yang sudah diluar lokasi perumahan tersebut harus menjadi lahan abadi LP2B, sebab apabila sudah menjadi lahan LP2B tidak boleh dialih fungsikan.
Fachry berharap dengan adanya program optimasi lahan rawa lebak tersebut bisa menjadi pilot proyek. Jika nantinya berhasil akan diusulkan kembali untuk daerah-daerah lain agar diadakan optimasi lahan rawa lebak agar bisa mengikuti. “Sebab, mau tidak mau kita harus melakukan optimasi kalu ingin menjadikan sawah-sawah itu kembali eksis,” tutupnya. (zdn/dra)