Tak Berkategori  

Omnibus Law Sarat Kepentingan? Berikut Analisis SPSI Kalsel

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Dalam klasifikasi 3, berkembang isu ketenagakerjaan di masyarakat mengenai materi yang akan diatur dalam rancangan undang-undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (CLK) dalam kerangka Omnibus Law.

Kerangka tersebut terdiri dari beberapa poin, di antaranya, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), alih daya (Outsourcing), waktu kerja, upah minimum, tenaga kerja asing (TKA), pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sanksi pidana.

Alasan penolakan Serikat Pekerja terhadap Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja berdasarkan catatan tertulis, Senin (20/1/2020) adalah sebagai berikut, RUU sarat kepentingan pengusaha dan berorientasi kapitalistik. Hal ini terlihat dari ketiadaan wakil dari pekerja(buruh) dalam Tim Satgas Omnibus Law, hanya melibatkan perwakilan pengusaha. Selain itu tidak adanya transparansi dalam pembahasan Omnibus Law CLK.

Kemudian SPSI melihat fleksibilitas pasar kerja semakin tidak pasti dengan adanya Omnibus Law. Sehingga pengangkatan karyawan justru semakin tidak jelas. Pekerja menafsirkan istilah fleksibilitas pasar kerja identik dengan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap susah terwujud. Hal ini semakin terlihat dari dibebaskannya syarat jenis pekerjaan yang akan dialihdayakan (Outsourcing).

Omnibus Law dikhawatirkan akan menghilangkan upah minimum pekerja yang selama ini ada, khususnya bagi pekerja yang bekerja di bawah 40 jam dalam satu Minggu. Padahal upah minimum berlaku bagi semua warga negara yang bekerja sebagai jaring pengaman (Safety Net). Upah minimum per jam dikhawatirkan akan mereduksi Upah Minimum Provinsi (UMP).

Kemudian lagi, pesangon yang sudah diatur dengan baik dalam undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 justru akan dihilangkan, digantikan dengan istilah baru Tunjangan PHK yang hanya enam bulan upah. Padahal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, pekerja berhak mendapatkan pesangon hingga 36 bulan.

Selanjutnya, beleid ini akan mengancam jaminan sosial pekerja dengan adanya sistem kerja yang fleksibel.Sementara untuk mendapatkan jaminan pensiun dan jaminan hari tua (JHT) harus ada kepastian pekerjaan.

Omnibus Law juga akan mempermudah masuknya tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia, karena berbagai persyaratan untuk TKA akan dihapus.Hal ini tentu akan mengancam ketersediaan lapangan kerja di Indonesia. Karena pekerjaan yang semestinya diisi oleh pekerja lokal, diisi oleh TKA.

Masih dalam pernyataan tertulis ini, SPSI berkesimpulan, arah perubahan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik melalui Omnibus Law CLK yang disampaikan oleh pemerintah adalah bentuk kebohongan belaka.

“Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, kami nilai hanya akan menyengsarakan kaum pekerja atau buruh di tanah air,” tandas mereka lewat juru bicaranya Biro Hukum KSPSI, Sumarlan.(yon)