Ngudiyo Khawatir Rumahnya Dirobohkan Secara Diam-Diam

MARTAPURA, koranbanjar–Pasca pengosongan rumah keluarga Ngudiyo, Kamis (5/12/2019), mereka terpaksa menempati rumah dinas dokter, dipinjami sementara oleh Pemkab Banjar.

Namun demikian, ungkap Ngudiyo, dirinya tetap tidur di rumah yang sudah ia tempati kurang lebih 40 tahun itu, untuk jaga-jaga jika pihak Pemkab Banjar merobohkan rumah tersebut secara diam-diam tanpa sepengatahuannya.

“Saya akan tetap tinggal di rumah ini, kalau saya tidak diperbolehkan tidur di dalam rumah, saya tidur di halaman, pakai tendapun tidak apa-apa,” tegasnya.

Ngudiyo Khawatir Rumahnya Dirobohkan Secara Diam-Diam

Sengketa tanah antara keluarga Ngudiyo dengan Pemkab Banjar ini baru mencuat beberapa waktu lalu setelah adanya perintah pembongkaran, untuk pembangunan gedung UPT Instalasi Farmasi Kesehatan (IFK) milik Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, yang sekarang pembangunannya sudah 80 persen menuju selesai.

Pemkab Banjar sendiri mengklaim lahan yang dibangun di atasnya rumah keluagra Ngudiyo itu milik Pemkab Banjar dengan bukti sertifikat yang dikeluarkan BPN dengan Nomor 00002 tahun 2004.

Sementara Ngudiyo juga mengklaim telah memiliki tanah itu secara sah dengan bukti kwitansi pembelian dan surat izin mendirikan bangunan (IMB) oleh Bupati Banjar pada tahun 1980.

Ngudiyo secara terang-terangan menyebut Pemkab Banjar dalam hal ini Bupati Banjar, semena-mena terhadap dirinya. Pasalnya, Kamis lalu itu, puluhan personil Satpol PP Kabupaten Banjar negluruk rumahnya untuk dibongkar.

Ngudiyo Khawatir Rumahnya Dirobohkan Secara Diam-Diam
Pembangunan gedung UPT Instalasi Farmasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, kembali dilanjutkan seletah keluar IMB baru-baru tadi. (foto: humaidi/koranbanjar.net)

Padahal, menurutnya, status lahan tersebut masih sengketa dan harus menunggu persidangan di Pengadilan Negeri Martapura.

“Dalam sengketa lahan ini, Pemkab Banjar sudah semena-mena. Kasus ini kan masih ditangani Pengadilan dan belum ada putusan, tetapi Pemkab Banjar berisikeras untuk tetap menggusur rumah saya,” ucap kakek umur 67 tahun ini.

“Kemarin itu sempat terjadi adu argumen dengan nada tinggi. Mereka memaksa, kamipun menolak,” ujarnya.

Seharusnya, lanjutnya lagi, tanah yang saat ini masih sengketa dan masih proses hukum di pengadilan, pihak manapun tidak boleh melakukan eksekusi selama putusan belum ada.

“Oleh karena itu, makanya pihak Satpol PP tidak jadi membongkar, dan mengambil jalan tengah yaitu mengosongkan rumahnya,” imbuhnya.

Saat ini kasus sengketa lahan tersebut sudah teregister di Pengadilan Negeri Martapura untuk disidangkan. Kabarnya, sidang perdana digelar pada 15 Desember 2019.

Selain itu, Ngudiyo juga sangat menyanyangkan ada oknum yang memalsukan tanda tangannya dalam surat pernyataan bersedia mengosongkan lahan.

“Jelas-jelas ini bukan tanda tangan saya, dan saya yakin tidak pernah menandatangani surat ini,” ujarnya sambil memperlihatkan surat.

Setelah semua perabot rumah dikeluarkan, Ngudiyo menyuruh semua anggota keluarganya yang berjumlah 13 jiwa dan 3 kepala keluarga itu pergi ke rumah pinjaman tersebut untuk menjaga perabotan rumah, sementara dirinya akan tetap menjaga rumah sengketa sampai kasusnya benar-benar selesai dan mendapat ganti rugi yang sesuai.

Terkait ganti rugi, Ngudiyo mengatakan, Pemkab Banjar sebelumnya cuma ingin mengganti rumahnya senilai 5 juta rupiah saja. Ia merasa ganti rugi tersebut jauh dari layak, terlebih lagi rumah ini dulunya ia beli.

“40 tahun yang lalu rumah ini saya beli, saya ada bukti kwitansi dan IMB-nya. Kalau saya disuruh pergi tanpa ganti yang sesuai, saya tidak mau!” tegas Ngudiyo.

Belakangan diketahui, pembangunan gedung instalasi farmasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar itu tanpa ada IMB. Anehnya lagi, proyek itu tetap lolos dikerjakan dengan dikawal Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar melalui TP4D.

“Rumah saya yang punya IMB ini, malah mau digusur. Sedangkan pembangunan gedung instalasi farmasi yang tidak punya IMB itu kenapa malah dibiarkan. Seharusnya hentikan dulu pembangunannya,” cetusnya.

Ngudiyo menceritakan, betapa sulitnya mengumpulkan uang untuk membeli rumah tersebut. “Untuk melunasi rumah ini, saya dan keluarga rela tiap hari makan nasi sama (pucuk) daun singkong rebus,” kenangnya.

Sebelumnya, Ketua DPRD Kabupaten Banjar, M Rofiqi juga memberikan pernyataan serupa saat diwawancarai koranbanjar.net, menurutnya Pemkab Banjar telah memberikan contoh yang tidak bagus kepada masyarakat dengan tidak adanya IMB pada pembangunan yang dilakukan pemerintah.

“Sesuai dengan Perda, proyek pembangunan tidak boleh dilakukan sebelum adanya IMB. Terlebih lagi ini proyek pemerintah, jangan sampai memberi contoh yang jelek. Seharusnya sebelum membangun sudah siap IMB-nya,” Pungkas Rofiqi. (mj-30/dra)