Tak Berkategori  

Nelayan Pantai Minta Polair Menindak Penangkap Ikan dengan Jaring Trawl

KOTABARU, koranbanjar.net – Aktivitas penangkapan ikan menggunakan jaring trawl di wilayah perairan Desa Pantai, Kecamatan Kelumpang Selatan, Kabupaten Kotabaru, membuat resah para nelayan setempat.

Geram dengan perbuatan tersebut, Persatuan Nelayan Desa Pantai yang diketuai oleh  Muhammad Bayani, pada Kamis (31/10/19) pagi, melaporkannya ke Kantor Sat Polair Polres Kotabaru di Pelabuhan Panjang.

Dalam laporannya, para nelayan meminta petugas segera menindak tegas pelanggaran penangakapan ikan dengan jaring trawl di wilayah perairan Desa Pantai. Para nelayan merasa aktivitas penangkapan ikan dengan alat terlarang itu sangat merugikan mereka.

Laporan nelayan Desa Pantai mendapat tanggapan positif dari petugas. Kasat Polair AKP Christugus Lirens, didampingi Kasubag Humas Polres Kotabaru Iptu Gatot dan Kasubnit Gakkum Aipda Ponco, berjanji akan terus melakukan patroli laut.

Terpenting, disampaikan Lirens, masyarakat maupun nelayan setempat yang mengetahui atau ada menemukan penangkapan ikan dengan alat yang dilarang, bersedia melaporkannya kepada petugas Polair. “Masyarakat tidak boleh menggunakan alat tangkap ikan yang dilarang,” tegasnya.

Dia menekankan, dilarangnya penggunaan jaring trawl untuk menangkap ikan demi menjaga keberlangsungan hidup biota laut. “Sebab jika sarang ikan rusak, ikan-ikannya lari. Dampaknya, nelayan juga yang susah mendapat ikan,” pungkasnya.

Jaring trawl dilarang digunakan untuk menangkap ikan karena penggunaannya dapat merusak kelangsungan sumber daya ikan.

Pelarangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat merusak sumber daya ikan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Dalam Pasal 85 Undang-Undang RI tersebut, setiap orang yang menggunakan alat tangkap ikan yang dapat mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar. (cah/dny)