ADA tempat yang selalu membuat orang yang datang jadi ketakutan. Di sana terdengar bunyi menyeramkan seperti raungan hewan buas. Sebuah gua unik dialiri air dan dihuni berbagai binatang. Di dalamnya dipercaya ada sarang walet seukuran baliho besar milik makhluk ghaib.
Muhammad Hidayat, Loksado
DIAMBIL dari nama gunungnya sendiri, Gunung Ranuan yang merupakan gunung batu kapur, di tengah liarnya hutan Meratus nan asri. Secara birokrasi adalah wilayah Desa Haratai Rt 1 Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).
Menuju mulut gua yang tepat di kaki gunungnya, butuh pengorbanan tenaga dan waktu banyak. Dari Kecamatan Loksado harus mengendarai roda dua, menuju salah satu ikon Loksado Air Terjun Haratai. Lalu berjalan kaki mendaki kurang lebih satu jam.
Lokasi mulut gua tidak diduga-duga, sebab kurang jelas terlihat karena hampir tertutup batu. Tetapi setelah masuk ruangannya cukup luas. Di dalamnya air mengalir menuju sungai yang bertemu ke Air Terjun Haratai.
Kedalaman air di gua selutut orang dewasa. Selain itu, terdapat stalaktit-stalakmit indah berjejer sepanjang goa, akan memanjakan mata para penggiat wisata caving atau susur gua.
Menurut Pengulu atau Ketua Adat Balai Janggar Majuh, dinamakan Ranuan berasal dari kata renungan. Dikisahkan, dahulu tiap yang mau ke gunung itu, dengan tujuan bertani maupun berburu, selalu banyak berpikir dahulu, atau merenung sebelum berangkat. Sebab, medan gunung tersebut sangat ekstrim.
Baca: Mengenali Pengulu Adat Masyarakat Dayak Meratus
Majuh memaparkan, dalam gua ada tiga cabang jalan, panjangnya dikira-kira sekitar satu kilometer. “Kadang ada lubang sempit, kadang luas lagi dan saya pernah menelusuri seluruh ruangan tidak ada tembusan jalan keluar lain,” papar pengulu yang merangkap sebagai ketua RT 1 Desa Haratai itu.
Menurut kisah yang beredar, saat musim membuka lahan, masyarakat sering mendengar bunyi seperti besi besar dijatuhkan dari atas gunung. Bahkan tidak sedikit yang mendengar bunyi seperti orang bermain seni tradisional karasmin.
Setengah jam menyusuri gua, ada suatu tempat yang selalu membuat orang yang datang menjadi ketakutan. Sebab kata Majuh selalu terdengar bunyi menyeramkan seperti raungan hewan buas.
Diungkapkannya, ada bagian lubang sempit dan terdapat aliran air yang berpusaran. Hal itulah yang menurutnya, mengeluarkan bunyi secara akal sehat.
Majuh meyakini seperti cerita yang beredar, gua tersebut dihuni makhluk berbentuk naga. Sebab ia mendengar sendiri saat masuk dengan dua saudaranya, ketika itu dua saudaranya lari keluar saat mendengar suara aneh mengiung.
“Dalam pikiran saya saat itu, jika ketemu berbentuk manusia mungkin kutangkap,” kelekarnya.
Peristiwa itu ia ungkapkan, saat ia dan dua saudaranya berniat mengambil sarang wallet dari seorang warga yang terjatuh dan meninggal saat mencari sarang walet di dalam gua tersebut.
Majuh mengakui, dahulu sering datang orang-orang mengambil sarang walet di situ. Tetapi saat ini sudah tidak ada lagi, kalaupun ada menemukan tidak bisa mengambil.
“Letaknya tinggi di lubang berbeda, tingginya mungkin sekitar dua batang bambu yang disambung,” imbuhnya.
Pernah sekali Majuh seakan merasa kehilangan akal sehat, tetapi hati yakin hal itu nyata. Di tempat yang sedikit ada celah cahaya, dan persimpangan ke kiri ditemukannya sebuah ruangan, sesak oleh sarang walet.
Ukurannya diperkirakannya sebesar baliho besar 6×7 meter! Lalu, diambilnya sebanyak enam keping dan dimasukkan ke dalam butah (keranjang khas masyarakat Meratus).
Setelah itu Majuh berjalan pulang, ternyata beberapa jam tidak menemukan jalan keluar. “Berjalan ke sini buntu, ke situ juga buntu. Banyak langkah tak juga menemukan jalan keluar.”
Kelelahan, ia memutuskan istirahat dan menyantap makanan bekal, yang dibawanya di dalam butah. “Cuci tangan, makan, lalu merokok dahulu. Karena penuh keringat baju di badan saya balik. Masih juga tak menemukan jalan keluar,” cerita Majuh.
Sudah sangat gusar dan lelah, dikeluarkannya sarang walet dari dalam butah, dan ditinggalkannya. Anehnya, hanya melewati dua batu ia berjalan langsung menemukan jalan keluar. Menurutnya, mungkin jaraknya sebelum menemukan jalan keluar, dari mulut gua hanya sekitar 10 meter.
“Herannya lagi, ia mengaku masuk pukul 7 pagi dan tak dirasakannya saat keluar sudah pukul 8 malam. Di rumah pun keluarga mencari kemana perginya saya seharian,” ujarnya.
Sebagai kepala adat yang juga tokoh spiritual, Majuh mengaku pernah bersemedi selama tiga hari. Tetap saja, oleh makhluk ghaib di sana tidak diperbolehkan membawa ke luar sarang walet yang dikatakannya milik orang di alam sebelah.
Cerita sarang walet itu, tidak khayalannya semata. Sebab tidak hanya ia seorang yang menemukan, tetapi sudah banyak warga. Bahkan turis pun diungkapkannya, juga menemukan lokasi itu, hanya saja turis tersebut tidak mau membawa, karena tidak mau mengganggu alam Loksado. (*)