Religi  

Menyusuri Praktik Bisnis Lendir di Eks Pembatuan. Meski Dilarang, Faktanya Masih Ada

Muhammad Ari Fitriannoor, Banjarbaru

[dropcap]F[/dropcap]EATURES, KORANBANJAR.NET – Dulu, eks lokalisasi Pembatuan di Kota Banjarbaru melegenda akibat praktik prostitusi yang melekat di sana. Namun, sejak 2016, Wali Kota Banjarbaru, Nadjmi Adhani secara resmi menutup bisnis lendir di tempat tersebut.

Sayangnya, meski telah diatur melalui Perda nomor 6 Tahun 2002 tentang larangan prostitusi, praktik bisnis lendir di eks lokalisasi Pembatuan sampai kini tetap saja berlangsung. Memang, praktiknya tidak terbuka seperti dulu, tapi sekarang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Beruntungnya, kesadaran warga setempat mulai tumbuh. Tak sekali dua Satpol PP Kota Banjarbaru berhasil meringkus transaksi esek-esek di eks Pembatuan berkat laporan warga setempat.

Meski demikian, katakanlah, para (Pekerja Seks Komersial) PSK seolah-olah bebal meski telah diawasi banyak pihak. Mereka tetap saja nekat membuka layanan sampai hari ini.

Alasan Ekonomi, Sebab Janda dan Suami Pengangguran

[dropcap]B[/dropcap]erdasarkan data yang dihimpun KoranBanjar.Net selama aktif mengikuti perkembangan di lokalisasi eks Pembatuan, alasan para PSK adalah kebutuhan ekonomi yang mendesak. Hal itu sangat sering dilontarkan oleh para PSK saat ditanyai oleh wartawan maupun petugas Satpol PP.

Dari banyaknya PSK yang diamankan, tidak sedikit yang mengatakan bahwa memilih menjadi PSK demi menghidupi kebutuhan anaknya. Alasan itu untuk mendukung status mereka sebagai janda.

Berbeda ceritanya para PSK yang bersuami. Pada tahun 2018 lalu tepatnya di bulan Juni, Satpol PP Kota Banjarbaru mengamankan AG (49) di eks lokalisasi Pembatuan. AG mengakui menjadi PSK lantaran karena penghasilan suaminya pengangguran.

“Suami saya enggak tahu saya kerja begini. Saya Cuma mencari tambahan karena suami saya menganggur,” ucapnya.

Itulah fakta di lapangan kenapa sampai saat ini masih ditemukan PSK di eks lokalisasi Pembatuan.

PSK Dari Luar Daerah dan Layanan Tarif

[dropcap]J[/dropcap]ika dibandingkan PSK Lokal, saat ini PSK penghuni eks Lokalisasi Pembatuan yang masih membuka layanan justru berasal dari luar daerah. Tak jelas bagaimana itu bisa terjadi. Entah apa yang para PSK di luar sana pikirkan- kemudian memilih eks lokalisasi Pembatuan sebagai tujuan. Apakah ada mucikari yang mendatangkan para PSK tersebut? Pertanyaan terakhir masih menjadi misteri dan perlu ditelusuri lebih lanjut.

Jika para PSK itu beranggapan menjadi PSK di Kota Banjarbaru lebih aman dan bisa membuat hidup mereka sejahtera, anggapan itu salah besar.

Satpol PP Kota Banjarbaru selalu mengawasi mereka. Seperti disinggung di awal, para warga pun aktif melaporkan jika ada kegiatan prostitusi di lokasi mereka tinggal.

Dari sejauh KoranBanjar.Net memberitakan, mengenai tarif yang ditawarkan para PSK di eks lokalisasi Pembatuan cukup variatif. Mereka menggunakan patokan berdasarkan usia. Jika dirata-ratakan, kisaran harganya berkisar dari Rp 100.000 hingga Rp 300.000.

Pada Rabu (23/1/2019, tiga PSK yang diamankan yakni JM (42), JW (41) dan KM (40). Tarif yang dipatok ketiganya sama, yakni Rp 100.000 sekali kencing atau sering disebut short time (ST).

Beda lagi dengan umur kisaran dari 20 tahun hingga 30 tahunan. Tarif yang mereka patok tentulah berbeda, karena melihat umur mereka yang masih muda. Ada yang berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000.

Berdasarkan pengakuan mereka, penghasilan yang didapat sebenarnya belumlah cukup. Hal itu dikarenakan mereka masih harus membayar pemakaian tempat atau rumah tinggal yang statusnya sewa.

Di sinilah yang masih menjadi pertanyaan besar, bagaimana seandainya tidak ada pemilik tempat atau rumah yang menyewakan kepada para PSK? Bukankah dengan memberikan tempat sama halnya membuka peluang bisnis lendir di sana?

Selama ini, para pemilik tempat justru hanya dimintai keterangan saja saat diamankan para petugas Satpol PP.

Fasilitas Jaminan Hidup Pemerintah

[dropcap]D[/dropcap]ari sekian banyak PSK yang diamankan, mereka pernah mendapat jaminan hidup (Jadup) dari Pemerintah Kota Banjarbaru. Diharapkan, dengan jadup itu, mereka bisa kembali ke kampung halaman masing-masing.

Faktanya, program tersebut bukan menjadi solusi menghentikan praktik prostitusi di eks lokalisasi Pembatuan. Pasalnya, masih ada saja PSK yang pulang ke kampung halaman lantas kembali lagi ke eks lokalisasi Pembatuan, Kota Banjarbaru. Alasan mereka sembari mencari pekerjaan yang halal nyambi menjadi PSK.

ZM (31) salah satunya, setelah menerima jadup, ia kembali ke eks lokalisasi lantaran banyaknya hutang di daerah asalnya dan tak punya pekerjaan lain. ZM diamankan pada Bulan Mei 2018 lalu.

“Tujuan saya kembali mau cari nafkah. Saya terlilit hutang di sana dan suami saya sudah tak lagi memberi nafkah untuk saya. Saya nyewa tempat di situ untuk buka warung dan melayani tamu, selama kurang lebih 10 hari di situ saya telah melayani 3 orang tamu dengan tarif Rp150.000,” ungkapnya.

Memang tidak ada hentinya bisnis lendir tersebut. Dari data Satpol PP Kota Banjarbaru di tahun 2018, ada sekitar 38 kasus prostitusi. Ini membuktikan bahwa eks lokalisasi di Kota Banjarbaru memang masih ada.

Pertanyaannya, adakah Pemerintah Kota Banjarbaru menyiapkan strategi lain agar bisnis lendir di eks lokalisasi Pembatuan bisa berhenti total?

Jika tidak, maka selanjutnya dapat diprediksi, aktifitas bisnis lendir akan terus berjalan sepanjang tahun 2019 ini. Polanya pun sama, kucing-kucingan, lalu tertangkap. Diam-diam, kemudian tertangkap. Sembunyi-sembunyi, lantas ditangkap, dan akhirnya begitu-begitu saja. (maf/HIP)