Menyoal Perbedaan Kebijakan Perwali 33/2020 dengan SE Satpol PP

ADANYA perbedaan kebijakan antara Perwali Banjarmasin Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Banjarmasin, dengan surat edaran (SE) dari Satpol PP Banjarmasin yang beredar di media mencerminkan perbedaan pandangan terhadap penanganan Covid-19 di Banjarmasin, khususnya soal konten tentang larangan buka cafe, rumah makan, restoran.

Penulis: Dosen FISIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Taufik Arbain.

Jika Perwali memberikan batasan sampai pukul 21.00 Wita, sementara pada SE Satpol PP tidak ada batas waktu sama sekali yang mengesankan tidak ada yang boleh buka, termasuk dealer mobil atau motor, toko onderdil, bengkel, variasi dan toko elektronik selama 14 hari.

Kebijakan itu didasarkan pada visi dan misi bersama dalam menyelesaikan masalah publik, sehingga output yang hadir di masyarakat satu kata. Kemudian aktor-aktor yang terlibat memahami peran dan fungsinya, siapa yang berhubungan dengan siapa dan siapa yang berkolaborasi dengan siapa.

Maka dari itu jika ada keputusan yang berbeda dengan regulasi di atasnya dan atau mengambil tindakan menghentikan kolaborasi di lapangan, sementara itu ranah antar pimpinan, tindakan ini telah menabrak etika publik dalam pemerintahan.

Saya menyayangkan adanya statement yang menyatakan bahwa Perwali memiliki kelemahan dan perlu direvisi. Sekalipun itu benar, bukan berarti dilakukan oleh bawahan Wali Kota secara terbuka, tapi itu ada pada ranah anggota DPRD, akademisi, NGO, dan public sector untuk mengkritisi sebagai bagian dari fungsi deleberatif implementasi demokrasi di ranah publik.

Menurut saya, ini sebagai tindakan patologi birokrasi yang mencerminkan rendahnya loyalitas, bahkan cenderung mempermalukan kelembagaan publik. Efeknya di masyarakat akan menurunkan partisipatif dan antipati atas segala tindakan pemerintah di masa akan datang, karena  publik tidak mendapatkam trust atau kepercayaaan akibat tindakan demikian.

Masyarakat sangat memahami bahwa aparat dan ASN bekerja luar biasa dalam menjalankan fungsinya menangani Covid-19 yang serba tidak menentu ini. Tetapi kesabaran dan tindakan yang berlandaskan aturan hukum, kehati-hatian dan etika dan keteladanan adalah kepastian yang harus dimiliki karena menyangkut hajat orang banyak.


Baca juga: Wali Kota Perintahkan Surat Edaran Penutupan Tempat Usaha Diitarik


Saat ini era paradigma new public service dalam pelayanan publik yang mengedepankan humanity relation. Jadi tidak ada gagah-gagahan pada pemerintah sipil ala “polisi India”. Sebab tindakan “berlebih” itu hanya milik kepolisian dan TNI saja yang telah diatur undang-undang.

Saya mengapresiasi sikap Wali Kota Banjarmasin yang menarik cepat surat edaran itu. Tindakan ini penting dan sangat diperlukan. Apalagi dalam rangka pelaksanaan PSBB jilid 2, di mana menyarakan agar benar-benar memahami konsep dan maksud dari PSBB dalam tataran implementasi di level kabupaten atau kota, termasuk inovasi kebijakan yang tidak menabrak filosofi PSBB. (*)