Menyedihkan, 50 Hektar Sawah Petani Pengaron tak Bisa Digarap Akibat Limbah Batubara

PENGARON – Sedikitnya 50 hektar lahan pertanian milik masyarakat Desa Arangalus, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar terancam tak bisa digarap lagi. Pasalnya, sudah 1 tahun terakhir, lahan tersebut terkena dampak pembuangan limbah batubara. Selain itu, 10 hektar lahan persawahan lainnya sudah terkena limbah tambang batubara, sehingga membuat masyarakat tak bisa bercocok tanam lagi.

 “Sudah satu tahun ini sawah-sawah kami dicemari limbah tambang batubara, hal ini sangat menyulitkan kami bercocok tanam. Apalagi jika musim penghujan seperti sekarang, limbah itu makin cepat turun ke sawah kami,” tutur warga Desa Arangalus, Muslaini (37) kepada koranbanjar.net, Sabtu (27/1).

Muslaini memperkirakan lahan yang belum terkena limbah itu hanya akan bertahan selama kurang lebih dua tahun.

Selain itu, menurutnya, yang menjadi keresahan masyarakat adalah penambang menunggu sawah milik masyarakat terkena limbah dulu, baru diganti. Sedangkan masyarakat selalu dibayangi dengan was-was,  jika sebelum menganti, perusahaan tambang tutup, dia bingung harus kemana mengadu. Sedangkan masyarakat menginginkan jangan sampai mereka terkena dampak limbah dulu, baru perusahaan tambang bertanggungjawab.

“Hal yang kami takutkan adalah seperti nasib sawah milik masyarakat di Desa Manduh. Perusahaan tambang tutup, limbahnya baru saja kami rasakan. Kalau sudah seperti itu, siapa yang bertanggung jawab?” tambah Muslaini.

Hasil penelusuran wartawan koranbanjar,net selama dua hari di lapangan, sawah yang terkena limbah tambang berupa endapan lumpur membuat padi milik masyarakat menjadi rusak, bahkan ada yang mati, selain itu padi yang diihasilkan juga kurang.

“Ya dihitung-hitung kami banyak rugi, ketimbang untung, kami di sini sudah sulit bertani ditambah dengan keadaan ini, kami jadi makin sulit,” tambah Muslaini.

Harapan masyarakat kepada pihak penambang agar hal ini bisa cepat diselesaikan. “Kami ingin jawaban dari perusahaan tambang, gimana akhirnya jika limbah tambang turun ke lahan pertanian kami,” pungkas Muslaini.

Terkait dengan masalah itu, petani sudah melakukan konfirmasi kepada pihak penambang, namun penambang yang dimaksud sedang berada di luar daerah.

Hal senada dikemukakan warga lainnya, Supian. “Kami harus merogoh kocek yang lebih besar jika ingin bercocok tanam di lahan yang terkena limbah, seperti membeli pupuk yang banyak agar mengurangi kerusakan pada padi,” tutup Supian.(sen)