Mengenal Sosok Rahmadi, Seniman Tradisional HSS Yang Lahir Pada 17 Agustus

Seniman tradisional multi talenta asal Hulu Sungai Selatan (HSS) Rahmadi telah banyak menularkan bakat seninya. Menjadi seniman tradisional sekaligus guru seni di lingkungannya, meski tanpa gelar akademik. Bahkan, pria kelahiran 17 Agustus 1947 ini sering didatangi pasien yang punya keluhan penyakit spiritual.

Muhammad Hidayat, Telaga Langsat

Pria yang pada 17 Agutus 2019 genap berusia 72 ini tinggal di Jalan Hamak Desa Mandala Kecamatan Telaga Langsat, HSS. Ia masih aktif main dalam pertunjukan seni, khususnya wayang kulit jika ada yang mengundangnya.

Mengenai tanggal lahirnya berkenaan hari kemerdekaan RI, ia mengaku tidak pernah merasa mendapat penghargaan atau semacamnya. Sebab ia berujar mungkin karena latar pendidikannya biasa saja sehingga tak ada yang menyoroti.

Rahmadi memaparkan, ia telah membawa seni tradisional lain sampai keluar pulau, terjauh ia melakukan pertunjukan di DKI Jakarta. Pun demikian provinsi terdekat seperti Kaltim, Kalteng, dan Kalbar sangat sering, apalagi Kalsel sendiri.

Pertunjukan di luar daerah itu murni diundang dengan berangkat sendiri, bukan sekadar jalan-jalan apalagi bantuan pemerintah. “Biasa untuk orang hajatan, disaru (diundang,red) orang, atau acara hari jadi daerah untuk hiburannya,” ucapnya.

Meski sudah cukup berusia, badannya masih terlihat segar bugar. “Kadada manggah kenapa-kenapa, nyaman banar bahinak (Tidak sesak napas, masih bernapas sangat nyaman, red),” ungkapnya dengan bahasa Banjar Hulu. Ia juga mengaku tidak merokok.

Dalam berkesenian, ia juga membuka sanggar seni tradisional yang dinamakannya Sanggar Taruna Jaya, wadah belajar seni tradisional seperti tarian tradisional, wayang kulit, wayang orang atau di Kalsel disebut wayang Gung, tarian kuda gepang atau bagepang, bamanda, baandih-andih, dan lainnya.

“Yang ikut belajar banyak, anak muda di sekitar sini, biasa Sabtu atau Minggu mereka latihan. Banyak pula pelajar dari SMA di (Kecamatan) Angkinang dan SMP di sini (Telaga Langsat),” paparnya, menyebutkan murid yang belajar di sanggarnya saat ini.

Diungkapkannya, ia sering mengajar seni bagepang dan wayang gung di Kecamatan Sungai Raya, HSS. Bahkan daerah kampung Kalinduku yang banyak seniman tradisional bagepang saat ini, rata-rata adalah anak muridnya.

“Di mana-mana (sekitar HSS) tersebar anak didik saya. Saya mengajari banyak seni tradisional lengkap. Cuma ibarat sekolah saya tidak ada ‘S’nya, sehingga sambutan orang biasa saja. Beda di Jawa seperti Bali seniman punya nilai tinggi, orang yang tua saja masih menari dan dihargai,” ujarnya, ‘S’ yang dimaksud adalah titel Sarjana dan sebagainya.

Tetapi berbicara pengalaman, tak perlu diragukan lagi. Ia telah bermain seni sejak kecil, dan masa kecilnyapun hidup di lingkungan seni di Barikin, sebuah kampung di dekat perbatasan Kabupaten HSS-HST. Sehingga seni tradisional adalah bidang yang sangat dikuasainya meski tanpa teori.

Rahmadi mengaku memiliki guru yang saat ini sudah meninggal, tetapi darah seni mengalir dari zuriatnya dan diajarkan oleh lingkungan. Meski sudah sejak 1971 tinggal di Kecamatan Telaga Langsat, ia merupakan warga asal Desa Barikin, Hulu Sungai Tengah (HST).

“Jadi di sana istilahnya, karena lingkungan jadi tertular, sebab banyak yang belajar. Orang tua dahulu mendesak ikut belajar. Dahulu sering ditanya apakah tidak malu jika orang bisa, sedangkan kita tertinggal sendirian,” kenang pria yang sudah memiliki 4 anak ini.

Selain itu, saat ini juga membuka praktek ‘batatamba’ atau jasa pengobatan spiritual, seperti orang yang sering kesurupan atau gangguan-gangguan semacamnya yang tidak bisa disembuhkan ilmu medis, hingga tak sedikit yang bertujuan konsultasi spiritual.

Ia berharap kelestarian seni tradisional tetap terjaga. “Syukurnya masih banyak generasi muda zaman sekarang yang masih mau belajar seni,” ujarnya penuh harapan.(*)