Mengapa Putin Tak Hadir KTT G20; Target Pembunuhan?

Presiden Rusia Vladimir Putin (Sumber Foto: ANTARA)

Sebelum ia secara efektif menjadi paria di panggung dunia, ada suatu masa ketika Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi bintang KTT global.

BALI, koranbanjar.net Pada 2013, dia dan presiden AS saat itu Barack Obama duduk di sela-sela G8 dengan penampilan murung dan dingin.

Tahun berikutnya, Perdana Menteri Australia saat itu Tony Abbott bersumpah untuk “menghadapi” Putin di G20 atas bencana jatuhnya pesawat Malaysian Airlines MH17.

Dan pada 2018, presiden AS saat itu Donald Trump mengejutkan para pejabat intelijennya dengan berdiri di pertemuan puncak bersama Putin dan membelanya dari tuduhan campur tangan pemilu.

Dari membawa kapal perang hingga mengizinkan anjingnya masuk ke ruang konferensi dengan Angela Merkel yang fobia anjing, Putin tahu bagaimana membawa drama ke pertemuan para pemimpin dunia.

Tetapi setelah memberi harapan hadir di KTT G20 tahun ini di Bali, pemimpin Rusia itu tiba-tiba mengumumkan bahwa dia tidak dapat hadir.

Dia menjawab “tidak” pada hari yang sama ketika Rusia mengumumkan niatnya untuk menarik diri dari kota utama Kherson di Ukraina.

Ini adalah saat yang memalukan bagi Putin, yang sebulan lalu menyatakan Kherson sebagai wilayah Rusia dan akan tetap begitu “selamanya.”

Tetapi para pengamat mengatakan orang kuat itu dengan jelas menyimpulkan bahwa setelah kekalahan lain di Ukraina, risiko dijauhi di depan umum – atau bahkan disingkirkan dalam kudeta saat berada di luar negeri – terlalu besar.

“Tidak mungkin dia muncul secara langsung, mengingat situasi di garis depan Ukraina dan meningkatnya kerusuhan domestik,” ujar Leonid Petrov, pakar politik dan bisnis di International College of Management Sydney dan Australian National University.

“Tidak seorang pun [akan] berbicara dengannya di Bali atau bahkan menonton pidatonya.”

Tapi Putin, yang telah berpose dengan harimau dan mengambil foto bertelanjang dada sepanjang karirnya, adalah sang ahli publisitas.

Para ahli mengatakan masih ada kemungkinan bahwa Putin akan membuat penampilan kejutan di Bali.

‘Tidak ada yang percaya padanya’

Setelah perang di Ukraina yang berlarut-larut, dan meningkatnya ketidakpuasan di antara orang-orang Rusia, Putin membutuhkan kesempatan untuk menunjukkan kepada rakyatnya—dan elit yang mendukungnya—bahwa dia masih menjadi negosiator utama dan Rusia adalah kekuatan global yang utama.

Dr Petrov mengatakan dia yakin pemimpin Rusia mungkin akan menghadiri G20 untuk membantu memproyeksikan citra ini.

“Putin berusaha mencari peluang untuk negosiasi,” kata Dr Petrov.

“Tidak ada yang mempercayainya, tetapi dia membutuhkan negosiasi untuk memberinya lebih banyak waktu. Kepergian Putin ke G20 adalah tentang mengulur waktu.”

Pembicaraan damai yang sempat diadakan Rusia dan Ukraina pada awal tahun ini telah terhenti dengan sekejap.

Pemimpin Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan dia tidak akan bernegosiasi dengan Rusia lagi sampai pemimpin baru dilantik di Kremlin.

Gedung Putih dilaporkan telah mendorongnya untuk mundur, tapi juga tidak memaksanya kembali ke meja perundingan.

Dr Petrov mengatakan Putin tidak akan melihat G20 sebagai kesempatan yang sesungguhnya untuk bernegosiasi dengan Ukraina.

Tetapi tampil di KTT akan menampilkannya sebagai negosiator dan mencari ruang bernapas untuk tindakan yang lebih drastis.

“Dia ingin dilihat sebagai negosiator yang terpercaya. Saat ini, dia kalah,” katanya.

Tetapi dengan kemungkinan Kherson bisa kembali ke tangan Ukraina kapan saja, Putin yang semakin melemah mungkin telah menyimpulkan bahwa dia tidak dapat meninggalkan Kremlin tanpa pengawasan.

Risiko versus imbalan

Meninggalkan negara itu selalu merupakan langkah berisiko bagi pemimpin Rusia yang sadar akan keamanan.

Putin mungkin awalnya mempertimbangkan risiko itu terhadap potensi kesempatan berfoto dengan para pemimpin yang ramah seperti Xi Jinping dari China, menurut Dr Sara Meger, dosen hubungan internasional dari University of Melbourne.

Tapi dia mengatakan ini akan datang dengan harga mahal.

“Jika dia meninggalkan negara bagian Rusia, dia kemungkinan akan dibunuh … ini yang ada di kepalanya,” kata Dr Meger.

Sementara meninggalkan Rusia membuka kemungkinan penggulingan atau risiko keamanan, Putin tahu dia perlu meyakinkan rakyatnya bahwa dia memenangkan perang.

“Putin sedang diterpa gelombang. Bagi sebagian orang di dalam negeri, dia terlalu keras atau terlalu lunak di Ukraina,” kata Dr Petrov.

Sanksi dan masalah ekonomi telah membuat situasinya semakin tidak stabil, merusak kepercayaan pada rezimnya sendiri.

Putin sekarang dalam situasi yang hampir mustahil: Tindakannya di Ukraina telah mengusirnya dari panggung dunia, tetapi dia membutuhkan bantuan dari para pemimpin global lainnya untuk mengeluarkannya dari kekacauan yang ia buat sendiri.

“Putin ingin sanksi internasional dicabut dan negosiasi adalah bagian dari itu. Masalahnya adalah, siapa yang akan mempercayainya ketika dia melanggar janjinya untuk tidak menyerang Ukraina?” kata Dr Petrov.

Dr Petrov mengatakan bahwa dengan menggantungkan prospek penggunaan persenjataan nuklirnya di Ukraina, Putin telah merusak posisinya secara serius di panggung dunia.

“Putin memiliki tombol nuklir dan tidak ada yang dapat menghentikannya untuk menggunakannya,” katanya.

Risiko bagi Ukraina saat berhadapan dengan Putin

Keputusan Putin untuk melewatkan G20 akan menjadi kabar baik bagi musuh utamanya, Zelenskyy.

Ukraina menyerukan agar undangan Putin ke G20 dicabut, dengan Zelenskyy memperjelas pandangannya tentang masalah tersebut.

“Posisi pribadi saya dan posisi Ukraina adalah jika pemimpin Federasi Rusia ambil bagian, maka Ukraina tidak akan ambil bagian,” kata Zelenskyy.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina pekan lalu mengatakan Rusia harus dikeluarkan dari Kelompok 20 ekonomi Utama.

“Putin secara terbuka mengaku memerintahkan serangan rudal terhadap warga sipil Ukraina dan infrastruktur energi,” tulis juru bicara Oleg Nikolenko di Twitter.

“Dengan tangannya yang berlumuran darah, dia tidak boleh duduk di meja dengan para pemimpin dunia.”

Zelenskyy kemungkinan besar akan hadir melalui tautan video.

Tapi jika dia memilih terbang ke Bali, warganya bisa bertanya mengapa dia pergi ke luar negeri padahal mereka tinggal di Ukraina untuk berperang.

“Putin mengatakan dia terbuka untuk negosiasi, tetapi Zelenskyy tidak akan bernegosiasi dengannya selama dia berkuasa,” kata Dr Petrov.

“Mungkin lebih baik dia tidak pergi karena dia akan kehilangan kredibilitas.

“Dia akan terlihat keras kepala, tetapi jika dia mengingkari janjinya, dia akan lemah di mata rakyatnya.” (koranbanjar.net)

Sumber: Suara.com

Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari  ABC News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *